Perpu Kebiri Diteken, Hukuman Pemerkosa Harus Maksimal
Editor
Zed abidien
Kamis, 26 Mei 2016 14:44 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Meskipun masih menuai pro-kontra di masyarakat, kalangan aktivis turut mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo meneken peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut tinggal menunggu pengesahan Dewan Peraturan Rakyat agar segera dapat diterapkan.
“Yang kami apresiasi dari perpu kebiri ini lebih pada langkah maju pemerintah dalam meningkatkan perlindungan terhadap anak dari potensi kejahatan seksual. Ini sudah menjadi masalah darurat,” ujar aktivis dan Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Kota Yogyakarta, Dian Ekawati Kurnianingsih, Kamis, 26 Mei 2016.
Dian menuturkan klausul dalam perpu yang menjadi perhatian pihaknya terutama soal pemberatan hukuman. “Melalui regulasi baru ini, kami berharap tak lagi muncul rasa ketidakadilan ketika kasus kejahatan seksual dibawa ke ranah hukum seperti yang terjadi selama ini,” ucap Dian.
Dalam perpu itu, pemerintah mengatur mengenai pidana pemberatan, pidana tambahan, dan tindakan lain bagi pelaku kejahatan seksual. Dian mengapresiasi adanya pemberatan pidana berupa tambahan pidana sepertiga dari ancaman penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun ketika pelaku diketahui merupakan kerabat dekat korban. “Kasus-kasus perkosaan yang akhirnya hanya divonis pidana ringan untuk pelaku ini yang membuat korban sering kali merasa trauma dan akhirnya menyerah memilih tak melapor,” katanya.
Koordinator penanganan korban Forum Perlindungan Anak Kota Yogyakarta, Anik Setyawati, menjelaskan, meskipun angka kasus kekerasan anak dan perempuan terus meningkat, kesadaran untuk mencari penyelesaian melalui jalur hukum makin meningkat pula. Tercatat, dari 501 kasus yang dilaporkan sepanjang 2015, sepertiga atau sekitar hampir 160 kasus dilaporkan para korban ke ranah hukum. "Dari yang berproses, sudah ada 24 kasus diputus pengadilan dengan hukuman terberat 12 tahun penjara bagi pelaku kekerasan seksual," ucap Anik.
Anik berujar, para pelaku kekerasan pada anak itu kebanyakan dijerat Pasal 81 UU Perlindungan Anak yang hukuman maksimalnya 15 tahun penjara. "Namun jarang sekali yang putusannya menghukum pelaku di atas 10 tahun penjara karena sebagian besar di tengah jalan dicabut laporannya," katanya.
Anik menuturkan, pelaku dalam kasus yang dilaporkan ke ranah hukum itu kebanyakan dari ring satu atau keluarga, yakni suami, ayah, atau kakak. Meskipun pelaku dari ring kedua juga tak kalah banyak, seperti paman atau bibi.
PRIBADI WICAKSONO