Sejumlah wanita yang tergabung dalam Anggota Perempuan Indonesia Antikorupsi melakukan aksi mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di halaman Gedung KPK, Jakarta, 10 Februari 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Balikpapan - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Pandjaitan menyatakan 39 persen perempuan Indonesia diam saja kala mengetahui tindak pidana korupsi. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian Universitas Gadjah Mada terhadap responden di Kota Garut dan Makassar.
“Ini cukup mengkhawatirkan, persentasenya 39 persen. Penelitian UGM yang kami ambil,” katanya saat meresmikan gerakan Saya Perempuan Antikorupsi Indonesia di Balikpapan, Kamis, 12 Mei 2016.
Ironisnya, hasil penelitian tersebut juga menunjukkan 26 persen perempuan Indonesia akan minta bagian saat terjadi praktek korupsi. Sedangkan 9 persen lain bersikap takut melaporkan adanya praktek korupsi.
Basaria mengatakan hanya 26 persen perempuan yang berani menyuarakan perlawanan antikorupsi di Indonesia. Menurut dia, perempuan seperti inilah nantinya yang akan menjadi agen perlawanan praktek korupsi di Indonesia.
“Jangan takut berlaku jujur. Saat ini berani jujur itu hebat. Silakan, telepon saya langsung bila melihat ada korupsi di sekitar Anda,” ucapnya.
Kejahatan korupsi di Indonesia, ujar Basaria, sudah pada tahap mengkhawatirkan. Uang negara yang selamat bisa dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan sarana-prasarana, pelayanan publik, dan pemberian gaji aparatur negara secara layak.
“Semestinya, kalau kejahatan korupsi bisa ditekan, biaya pendidikan dan kesehatan semua rakyat Indonesia dapat digratiskan,” tuturnya.
Basaria mencontohkan sektor kehutanan di Provinsi Kalimantan Timur yang menyumbang penerimaan negara sebesar Rp 78,6 triliun per tahun. Saat korupsi mampu ditekan, dia yakin penerimaan negara akan meningkat sepuluh kali lipat dibanding sebelumnya.
“Ini luar biasa sekali untuk penerimaan negara kita,” katanya.
Sehubungan itu, Basaria meminta para perempuan mempelopori budaya hidup sederhana dalam keluarganya. Mulai saat ini, menurut dia, semua warga negara Indonesia harus mampu mempelopori langkah perlawanan kejahatan korupsi.
“Saya ini mantan polisi. Harus diakui, saya juga tidak bersih-bersih amat. Minimal harus berani mengakui kekurangan dan berbuat lebih baik ke depannya,” ujarnya.