Serikat buruh Soviet berunjuk rasa di bawah poster raksasa tokoh komunis Karl Marx, Engels dan Vladimir Lenin di Moskow Red Square, Rusia, 1 Mei 1990. Pada 8 Desember 1991, Presiden RSFS Rusia, RSS Ukraina, dan RSS Byelorusia menandatangani Perjanjian Belavezha yang menandakan pembubaran kesatuan, digantikan Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS). (Vitaly ARMAND/Getty Images)
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigadir Jendral Boy Rafli Amar meminta masyarakat tidak main hakim sendiri dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan sebuah permasalahan.
Instruksi itu disampaikan menyusul adanya upaya pembubaran paksa terhadap diskusi yang digelar mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung oleh Front Pembela Islam, Selasa, 10 Mei 2016.
"Mari, kita jaga nilai luhur bangsa, karena negara kita berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945," ujarnya mantan Kepala Kepolisian Daerah Banten itu.
Boy Rafli meminta masyarakat menyelesaikan setiap permasalahan dengan baik, agar tidak terjadi kesalahpahaman satu dengan yang lain. "Memang kami memberi kebebasan berserikat, berpendapat, tapi harus tetap mengindahkan hukum yang ada," tuturnya.
Puluhan anggota FPI menggeruduk kampus ISBI Bandung. Mereka memaksa kegiatan Kelas Pemikiran Karl Marx yang diadakan lembaga pers mahasiswa Daun Jati dibubarkan.
Pemimpin Redaksi Daun Jati Ganda Swarna mengatakan puluhan orang yang mengaku dari FPI mendatangi sekretariatnya sekitar pukul 11.00. "Awalnya, mereka masuk kampus satu per satu. Setelah berkumpul, mereka langsung mendatangi sekretariat kami. Mereka menuntut kegiatan kelas dihentikan," ujarnya.