Yuyun Diperkosa dan Dibunuh: Negara Tak Pernah Belajar?  

Reporter

Minggu, 8 Mei 2016 05:35 WIB

Seorang massa yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Melawan Kekerasan Seksual memegang spanduk dukungan untuk Yuyun di bawah jembatan Fly Over, Makassar, Sulawesi Selatan, 4 Mei 2016. Yuyun ditemukan tewas setelah menjadi korban pemerkosaan 14 orang pria. TEMPO/Iqbal Lubis

TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait geram akan kasus pemerkosaan terhadap Yuyun, 14 tahun di Bengkulu. Menurut Arist, kasus Yuyun terjadi bukti Negara belum belajar dari kasus-kasus sebelumnya.

"Kasus ini peristiwa berulang. Sebelumnya ada kasus Angeline di Bali yang dibunuh ibu angkatnya. Lalu kasus bocah di Kali Deres, dan masih banyak lagi," kata Arist dalam diskusi terkait kasus Yuyun di Jakarta, Sabtu, 7 Mei 2016.

Yuyun adalah siswi di Rejang Lebong yang diperkosa dan 14 pelajar pria. Hal itu terjadi pada 2 April 2016 lalu di mana ia tak hanya diperkosa, tapi dibunuh.


Baca juga:
Inilah 5 Hal yang Amat Mengerikan di Balik Tragedi Yuyun dan Feby
Pembunuhan Feby UGM: Ada 56 Adegan, Pelaku Sempat Berdoa


Dari 14 pelaku tersebut, 12 di antaranya sudah dibekuk dan 2 menjadi buron. Dan, dari 12 yang sudah dibekuk, 7 di antaranya sudah menjalani proses persidangan dan sisanya dalam pemberkasan.

Menurut Arist, jika negara sudah belajar dari perkara-perkara sebelumnya, maka kasus kejahatan seksual sekarang sudah menjadi kejahatan luar biasa. Indikator kejahatan luar biasa, lanjut Arist, adalah hukuman berat yang harus ditanggung pelaku sebagi ganti atas kemerdekaan dan nyawa korban yang mereka hilangkan.

Namun, pada kenyataannya, hukuman berat itu tidak pernah ada. Padahal, kata Arist, hukuman berat seperti kebiri atau dihukum rajam untuk predator seksual adalah hal yang diperlukan untuk memberikan efek jera baik pada pelaku atau calon-calon pelaku lainnya.

"Sayang wacana (hukuman kebiri) ditolak banyak pihak. Bagaimana anda mau menyebut hukuman kebiri tidak diperlukan kalau evaluasi saja belum ada," ujar Arist dengan suara lantang.

Neuropsikolog dari Universitas Bina Nusantara, Ihsan Gumilar, mengamini pernyataan Arist bahwa hukuman berat diperlukan. Namun, hukuman beratnya tak boleh sembarangan dan juga perlu diikuti dengan terapi.

"Saya pernah menemui kasus di Grogol di mana pelakunya sudah dihukum berat, dipenjara lama. Namun, karena tidak menerima terapi sama sekali di penjara, ia kembali mengulangi kesalahan saat bebas," ujarnya mengakhiri.

ISTMAN MP


Baca juga:
Inilah 5 Hal yang Amat Mengerikan di Balik Tragedi Yuyun dan Feby
Gadis Cantik Tewas Disambar Kereta, Selfie Maut Tetap Marak

Advertising
Advertising

Berita terkait

Pelaku Kekerasan Anak Biasanya Punya Gangguan Mental

32 hari lalu

Pelaku Kekerasan Anak Biasanya Punya Gangguan Mental

Psikolog menyebut para pelaku kekerasan anak cenderung memiliki gangguan kesehatan mental dan biasanya orang terdekat.

Baca Selengkapnya

Komnas PA: Kasus Kekerasan Anak Meningkat 30 Persen Tahun ini, Terbanyak Terjadi di Keluarga dan Sekolah

29 Desember 2023

Komnas PA: Kasus Kekerasan Anak Meningkat 30 Persen Tahun ini, Terbanyak Terjadi di Keluarga dan Sekolah

Kasus kekerasan terhadap anak terbanyak tahun ini adalah kekerasan seksual

Baca Selengkapnya

Viral Kasus KDRT Dialami Dokter Qory, Begini Ancaman Hukuman Bagi Pelaku KDRT

18 November 2023

Viral Kasus KDRT Dialami Dokter Qory, Begini Ancaman Hukuman Bagi Pelaku KDRT

Belakangan ramai di media sosial kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami dokter Qory. Apa hukuman bagi pelaku KDRT?

Baca Selengkapnya

Deddy Mizwar dan Nenek Ariel Tatum Pemeran Film Arie Hanggara, Kisah Tragis Bocah 7 Tahun

10 November 2023

Deddy Mizwar dan Nenek Ariel Tatum Pemeran Film Arie Hanggara, Kisah Tragis Bocah 7 Tahun

Kematian anak berusia 7 tahun karena disiksa orang tuanya diangkat ke layar lebar. Film Arie Hanggara dibintangi Deddy Mizwar dan nenek Ariel Tatum.

Baca Selengkapnya

Dokter di Makassar Jadi Tersangka Usai Aniaya Balita, Berikut Pasal-Pasal Kekerasan Terhadap Anak

4 Agustus 2023

Dokter di Makassar Jadi Tersangka Usai Aniaya Balita, Berikut Pasal-Pasal Kekerasan Terhadap Anak

Seorang dokter di Makassar ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan terhadap anak. Pahami pasal-pasal kekerasan terhadap anak.

Baca Selengkapnya

Anak yang Ditelantarkan Ibu Kandung di Depok Dapat Pendampingan Psikologi dan Hukum

7 Februari 2023

Anak yang Ditelantarkan Ibu Kandung di Depok Dapat Pendampingan Psikologi dan Hukum

Pemerintah Kota Depok akan memberikan pendampingan psikologis dan hukum karena anak yang disiram air panas oleh ibunya sendiri itu trauma.

Baca Selengkapnya

Anak yang Ditelantarkan Ibu Kandung di Depok Alami Luka Bakar Grade 2

7 Februari 2023

Anak yang Ditelantarkan Ibu Kandung di Depok Alami Luka Bakar Grade 2

Peristiwa KDRT yang dialaminya itu diduga membuat korban, warga Cipayung Depok, trauma.

Baca Selengkapnya

Berikut Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh saat Anak Menjadi Korban Bullying

20 November 2022

Berikut Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh saat Anak Menjadi Korban Bullying

Saat anak menjadi korban bullying, orang tua dapat melaporkan pelaku ke Komnas HAM dan polisi dengan membawa bukti dari peristiwa tersebut.

Baca Selengkapnya

Kekerasan terhadap Anak Marak, Perhimpunan Perempuan: Seharusnya Aman dan Nyaman

8 Agustus 2022

Kekerasan terhadap Anak Marak, Perhimpunan Perempuan: Seharusnya Aman dan Nyaman

Perhimpunan Perempuan Lintas Profesi Indonesia (PPLIPI) mengedukasi warga DKI Jakarta untuk mencegah kekerasan terhadap anak dengan segala bentuknya.

Baca Selengkapnya

Tangerang dan Depok Raih Predikat Kota Layak Anak Kategori Nindya

24 Juli 2022

Tangerang dan Depok Raih Predikat Kota Layak Anak Kategori Nindya

Ada beberapa poin penting yang menyebabkan Kota Tangerang meraih predikat Kota Layak Anak 2022.

Baca Selengkapnya