DPR Undang Bahas Kasus Sumber Waras, Ruki Cs Tidak Datang
Editor
Anton Aprianto
Selasa, 26 April 2016 14:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode Taufiequrachman Ruki cs tidak memenuhi undangan Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum DPR.Mereka diundang untuk membahas kasus dugaan korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Sesuatu hal yang biasa salah satu mitra tidak hadir atau berhalangan," ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, di Gedung Parlemen Senayan, Selasa, 26 April 2016.
Agus berujar, agenda rapat ini bisa saja ditangguhkan menjadi seusai masa reses anggota dewan Mei mendatang. "Sehingga akan disepakati waktu yang bisa dihadiri oleh kedua belah pihak," katanya.
Menurut Agus, ada berbagai kemungkinan pimpinan KPK era Ruki ini tak bisa hadir dalam rapat yang sudah diagendakan. "Bisa jadi ada kesibukan yang sangat tinggi, kemudian bisa juga dia betul-betul ingin mempelajari case ini," ujarnya.
Agus mengatakan yang terpenting adalah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak Dewan. "Kapan siapnya dan barangkali kalau memang tidak siap apa alasannya."
Pernyataan pembatalan kehadiran Ruki dan jajaran mantan pimpinan KPK lainnya disampaikan ke Sekretaris Komisi III DPR yang membidangi hukum. Pimpinan KPK yang diundang adalah Taufiequrachman Ruki, Adnan Pandu Praja, Zulkarnain, Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji.
Sebelumnya, Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Soesatyo menyampaikan alasan perlunya pemanggilan jajaran mantan pimpinan KPK itu. "Kita akan panggil KPK era Pak Ruki, karena KPK meminta audit BPK itu zaman beliau, pasti ada temuan yang cukup meyakinkan," ujar Bamsoet, sapaan akrabnya, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 21 April 2016.
Kasus Sumber Waras diselidiki KPK pada 20 Agustus 2015. Kasus tersebut pertama kali mencuat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2014. BPK Jakarta menganggap prosedur pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras menyalahi aturan. Soalnya, menurut BPK Jakarta harga lahan yang dibeli jauh lebih mahal, sehingga merugikan keuangan daerah sebesar Rp 191 miliar.
BPK RI pun melakukan audit ulang atas permintaan KPK. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama diperiksa seharian oleh BPK RI pada 23 November 2015. Hasil audit investigasi itu diserahkan kepada KPK pada 7 Desember 2015. Belakangan, KPK menyatakan belum ditemukan indikasi pidana kasus itu.
GHOIDA RAHMAH