UU Pilkada Pantas Larang Polisi dan Militer Aktif Berpolitik  

Reporter

Editor

Pruwanto

Sabtu, 23 April 2016 17:24 WIB

Ikrar Nusa Bhakti. TEMPO/ Gunawan Wicaksono

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat pantas menolak usulan mengenai polisi dan tentara aktif berhak menjadi peserta pemilihan kepala daerah tanpa harus mengundurkan diri dari jabatannya di TNI dan Kepolisian RI. Ketentuan ini akan bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang TNI maupun Undang-Undang tentang Kepolisian RI.

"Wajar ditentang, revisi (aturan) ini bertentangan dengan Undang-Undang TNI dan Polri sendiri," kata peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, dalam diskusi publik di gedung Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 April 2016.

Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR Lukman Edy pada akhir Februari lalu, menyatakan tentara, polisi, pegawai negeri sipil, maupun pejabat negara lain tak perlu mundur dari jabatan ketika dicalonkan dalam pemilihan kepala daerah.

"Semua berhak menjadi kepala daerah,” kata Lukman di Bandung, 24 Februari 2016. Maksud dari adanya ketentuan itu, kata dia, membuka peluang sumber daya manusia dalam pencalonan. Dia mengutip isi Undang-Undang Dasar 1945 yang membolehkan semua warga negara untuk dipilih dan memilih. "Silakan bertarung di tengah masyarakat, jangan sampai dihambat."

Pemerintah dan DPR berencana merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Beberapa ketentuan yang hendak direvisi, antara lain mengenai calon independen serta calon berlatar belakang militer dan polisi.

Menurut Ikrar, tentara, polisi, dan pegawai negeri sipil di masa lalu dibatasi kelonggarannya berpolitik karena alasan khusus. "Mereka harus monoloyalitas, tak boleh dwifungsi. Tugas mereka hanya untuk pertahanan dan keamanan, itu jadi satu dari kebijakan-kebijakan reformasi 1998."

Ikrar menjelaskan, sejumlah pasal undang-undang internal TNI maupun Polri melarang anggotanya berpolitik. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengatur larangan prajurit terlibat dalam kegiatan politik praktis. Undang-Undang Polri Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia mengharuskan polisi netral dalam kehidupan politik dan tak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Tak hanya itu saja. Ikrar mengatakan Pasal 28 Undang-Undang Polri Nomor 8 Tahun 2002 jelas mencantumkan polisi dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mundur atau pensiun dari dinasnya.

Anggota Komisi Dalam Negeri Dalam Negeri Dewan Perwakilan Rakyat, Arteri Dahlan, mengatakan kelonggaran tersebut masih dibahas alot di DPR. "Kami terbuka pada masukan dan partisipasi publik, tentu memang ada kekhawatiran bila anggota polisi mendaftar tanpa perlu mundur dari jabatan, penjaringan jadi tak efektif," katanya.

Kata Arteri, DPR berpatokan pada aturan yang berlaku. "Kami kembalikan saja ke UU yang berlaku. TNI dan Polri punya aturan sendiri soal anggotanya yang ingin masuk elite politik."

DPR, kata Arteri, menghindari anggapan yang berat sebelah. "Nanti malah kami (DPR) yang diserang, dibilang anggota DPR boleh nyalon sambil cuti, tak perlu mundur, karena kami yang rancang UU Pilkada. Ini kan keliru," katanya.

YOHANES PASKALIS

Berita terkait

Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

2 Mei 2020

Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memilih bertugas sebagai tentara ketimbang menteri.

Baca Selengkapnya

Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

7 Februari 2018

Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

Sejumlah kalangan menilai reformasi di tubuh TNI mengalami langkah mundur di masa Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

4 Februari 2018

Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

Pengamat hukum Bivitri Susanti meminta nota kesepahaman Polri dan TNI soal pemeliharaan keamanan dan ketertiban dibatalkan.

Baca Selengkapnya

YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

16 Desember 2017

YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Julius Ibrani mengatakan reformasi sektor militer di Indonesia masih belum mencapai targetnya.

Baca Selengkapnya

Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

7 Oktober 2017

Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

Topik mengenai TNI di lini masa merupakan salah satu isu yang selalu "in" di mata Netizen, terutama marak dibicarakan saat merayakan HUT TNI kali ini

Baca Selengkapnya

Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

5 Oktober 2017

Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

Peringatan HUT TNI ke-72 dilaksanakan di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Banten, Kamis 5 Oktober 2017. Acara ini dimulai pukul 08.00.

Baca Selengkapnya

Kodim Brebes Gelar Nobar Film G30S PKI di Desa dan Sekolah

22 September 2017

Kodim Brebes Gelar Nobar Film G30S PKI di Desa dan Sekolah

Komando Distrik Militer 0713/Brebes akan menggelar nonton bareng film G 30S PKI di setiap desa dan beberapa sekolah.

Baca Selengkapnya

Wiranto: TNI Tak Bisa Dinilai dari Kinerjanya di Masa Lalu  

22 September 2017

Wiranto: TNI Tak Bisa Dinilai dari Kinerjanya di Masa Lalu  

Wiranto beralasan tidak adil bila ada pihak yang menilai kinerja TNI di masa lalu dengan situasi saat ini yang sudah berbeda.

Baca Selengkapnya

Sejarawan Sebut TNI Tak Ingin Ada Tafsir Ulang Peristiwa 1965  

19 September 2017

Sejarawan Sebut TNI Tak Ingin Ada Tafsir Ulang Peristiwa 1965  

Dengan memutar kembali film Pengkhianatan G 30 S PKI, TNI tidak membiarkan sejengkal pun peristiwa 1965 ditafsirkan berbeda.

Baca Selengkapnya

Nobar Film G30S/PKI, Panglima TNI: Kalau Perintah Saya, Kenapa?

18 September 2017

Nobar Film G30S/PKI, Panglima TNI: Kalau Perintah Saya, Kenapa?

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan instruksi pemutaran film G30S/PKI merupakan perintahnya.

Baca Selengkapnya