TEMPO Interaktif, Medan: Majelis Ulama Indonesia belum menyimpulkan status Pondok Pesantren Babur Ridho, Medan, Sumatera Utara. Ajaran pesantren itu sempat dipersoalkan karena dianggap menyimpang dari syariat Islam. Polisi setempat pada Jumat lalu menyegel pesantren dengan alasan untuk meredam kemarahan warga."Barangkali kami tidak perlu membuat keputusan sekarang. Masalah itu akan dilakukan penyelidikan dan pertemuan terlebih dulu," kata Haji Ramli Abdul Wahid, Kepala Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Selasa siang.MUI dan pengurus pesantren hari ini mengadakan pertemuan yang berisi dialog tentang ajaran Babur Ridha. Wahid menjelaskan, pesantren yang dipimpin Muhammad Irfii Nuzlan tarikat aliran Nagsabandi Jabal Hindi. Namun,katanya, ada masalah perselisahan terkait status tanah wakaf pondok dan pengangkatan kalifah atau pemimpin pondok pesantren.Muhammad Irfii Nuzlan yang memimpin pesantren sejak 1992 mengatakan, menerima keputusan untuk menghentikan sementara aktivistas pengajian di pesantrennya. Dia membantah ajarannya menyimpang dari syariah Islam.Dia membenarkan pemimpin pondok pesantren diangkat karena perintah gaib. "Saya sadar, saya tidak pantas memimpin. Tapi ini perintah gaib," katanya menjelaskan.Pemerintah Kecamatan Medan Marelan memutuskan mengadakan pertemuan hari ini di kantor kecamatan untuk memfasilitasi permasalahan warga dan santri pondok pesantren. Aksi warga yang menolak pesantren berlangsung sejak Jumat (24/3). Warga unjuk rasa di depan pesantren Jalan Yong Panah Hijau, Labuhan Deli, Medan Marelan. Sekitar 20 orang diamankan polisi.Pertemuan di kantpr kecamatan disaksikan kurang lebih 100 orang berlangsung sekitar 4 jam. Dari pantauan Tempo>, pondok pesantren itu memiliki bangunan seluas 8 X 40 meter persegi. Saat ini tidak ada aktivitas santri.Menurut Andi, salah satu petugas, pesantren berdiri pada 1977.Kepala Kepolisian Sektor Medan Labuhan, Ajun Komisaris Arvan, mengatakan, kegiatan pesantren dihentikan sementara sampai ada kesepakatan antara pihak yang bertikai. Hambali Batubara