Bayi Penderita Hydrocephalus Akhirnya Meninggal
Editor
Abdul Djalil Hakim.
Minggu, 20 Maret 2016 18:50 WIB
TEMPO.CO, Bone - Bayi penderita hydrocephalus, Syifa, yang baru berusia 3 bulan, Ahad, 20 Maret 2016, sekitar pukul 10.00 Wita, meninggal. Anak ketiga pasangan suami-istri, Sarif dan Nurlina, ini mengembuskan napas terakhir di rumahnya yang sederhana di Kelurahan Cellu, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Nurlina mengisahkan, Syifa tampak sehat di bagian tubuhnya. Namun kepalanya terus membesar. Pada pukul 03.00 Wita, keluar cairan dari kepalanya dan baru berhenti pada pukul 10.00 Wita. Kepalanya mengempis. Syifa, yang matanya mengalami kebutaan, tidak menangis. Sesaat kemudian, napasnya terhenti. “Selama sakit, tidak pernah rewel. Dia anak yang sabar,” tuturnya.
Menurut Nurlina, Syifa sempat dirawat selama 15 hari di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Syifa dirujuk dari RSUD Tenriawaru, Watampone, Kabupaten Bone. Namun ia tak kunjung membaik. Nurlina memutuskan membawa pulang anaknya pada 5 Maret lalu.
Nurlina mengaku ia dan suami tidak bisa berbuat banyak untuk menyembuhkan anaknya. Sejak lahir di RSUD Andi Makkasau, Kota Parepare, 1 November 2015, kondisinya sudah memprihatinkan. Pihak rumah sakit memvonis bayi yang lahir dengan berat badan 3 kilogram itu menderita hydrocephalus.
Sarif, yang sehari-hari bekerja sebagai tukang gergaji kayu, merasa penghasilannya kurang. Ia berangkat ke Malaysia sebagai tenaga kerja Indonesia demi mengumpulkan uang. Dua kakak Syifa, Alim Fauzan, 3 tahun, dan Muhammad Nur 1,5 tahun, juga harus tetap mendapat perhatian dan pembiayaan. “Saya serahkan kepada Tuhan,” ujar Nurlina seusai penguburan Syifa, tak jauh dari rumahnya.
Kematian Syifa mendapat simpati Bupati Bone Andi Fahsar Mahdin Padjalangi. Sebelumnya, Fashar, yang meminta Syifa, yang cukup lama hanya dirawat di rumah, dipindahkan ke RSUD Tenriawaru. Karena keterbatasan peralatan di rumah sakit itu, Fashar meminta agar dirujuk ke RSUD Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, atas biaya pemerintah daerah.
Atas nama keluarga dan masyarakat Bone, Fashar menyatakan dukacita sedalam-dalamnya. "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, Allah lebih menyayanginya sebagai malaikat kecil yang tak punya dosa,” ucapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, Sarif dan Nurlina harus menghadapi masalah yang berkaitan dengan penderitaan Syifa tanpa bantuan siapa pun. Setelah lahir di RSUD Andi Makasasu, Parepare, dan pihak rumah sakit menganjurkan dilakukan operasi, suami-istri itu memutuskan membawa pulang Syifa ke kampung halamannya di Bone. “Kami rawat dia seadanya di rumah,” kata Nurlina saat ditemui Tempo, awal Februari lalu.
Penderitaan Syifa baru diketahui masyarakat Bone setelah ada seorang warga menginformasikannya melalui media sosial Facebook. Wartawan media cetak dan elektronik mulai berdatangan dan memberitakannya. Para pejabat pun mengunjunginya. Termasuk Wakil Bupati Bone Ambo Dalle.
Pemerintah Kabupaten Bone memutuskan merawat Syifa di RSUD Tenriawaru. “Soal biaya akan kami bahas bersama dinas kesehatan dan pihak rumah sakit, yang penting dirawat dulu,” kata Ambo Dalle.
Pada awal Februari itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Andi Kasma Padjalangi justru mengaku belum mengetahui ihwal penderitaan yang mendera Syifa. "Di mana dia dirawat, berapa umurnya,” ucapnya kepada wartawan yang menginformasikan penyakit Syifa.
ANDI ILHAM