Begini Cara Syekh Ath-Thayyeb Redam ISIS di Indonesia
Editor
Angelus Tito Sunaryo
Senin, 7 Maret 2016 14:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Hukuma Al-Muslimin Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb kagum melihat umat Islam di tanah air. Ath-Thayyeb juga mengapresiasi kemajemukan dan toleransi yang terjadi antar umat beragama di Indonesia.
Meski begitu, Rektor sekaligus Grand Syekh Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir ini juga khawatir terhadap perkembangan Islam radikal di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Apa saja yang perlu dilakukan guna mencegah dan memagari pemahaman yang salah terhadap Islam?
Syekh Ath-Thayyeb menjawab hal tersebut dalam wawancara khusus dengan Majalah Tempo, pertengahan Februari lalu. Di sela kunjungannya ke berbagai pihak, antara lain Presiden Joko Widodo, Majelis Ulama Indonesia, dan Pondok Modern Darussalam Gontor di Ponorogo, Jawa Timur, Ath-Thayyeb menerima wartawan Tempo Tito Sianipar, Eko Widianto, dan Mohammad Syarrafah di Malang, Jawa Timur.
Berikut ini petikan wawancaranya.
Di Indonesia, beberapa gerakan radikal menyatakan bergabung dengan ISIS, seperti dulu kepada Al-Qaidah. Bagaimana mencegah agar paham seperti itu bisa ditangkal?
Kita semua harus sadar bahwa ISIS, Al-Qaidah, dan lain-lain yang sejalan dengan mereka, yang sering disebut kelompok-kelompok terorisme dan berkembang di Timur Tengah, sudah mulai melirik tempat-tempat lain di dunia. Harus ada keinginan kuat dari dunia internasional untuk mencegah dan menghentikan wabah yang merusak ini. Kita harus bisa mendeskripsikan kemunculannya dan pergerakannya yang begitu cepat. Kita harus serius menghadapi pemahaman atau propaganda ekstrem itu, yang disebarluaskan untuk merekrut anggota baru. Mereka merekrut pemuda-pemuda muslim di Timur dan di Barat.
Al-Azhar berupaya keras, melalui para ulama, memonitor dan berupaya meluruskan pemahaman yang keliru yang disebarluaskan kepada generasi muda. Kami melakukan itu melalui juru dakwah yang kami kirim ke berbagai penjuru dunia. Para kafilah dakwah itu bertemu dengan kaum pemuda di berbagai tempat, seperti klub, pusat kegiatan pemuda, dan masjid; bukan hanya di dalam negeri Mesir, tapi juga di penjuru dunia, seperti Asia, Eropa, dan Afrika. Al-Azhar juga bekerja sama dengan Majelis Hukama Al-Muslimin.
Kenapa kelompok radikal ini dengan gampang mengkafirkan orang lain, termasuk sesama muslim?
Kita harus menyebarkan pemahaman Islam yang toleran dan mengharamkan segala hal tentang terorisme. Kita juga harus membatasi ruang gerak mereka dengan mengepung konsep-konsep dasar atau teologis mereka yang menjadi pijakan gerakan terorisme itu, khususnya yang terkait dengan pengkafiran. Kelompok terorisme bersenjata ini meyakini bahwa kalau seorang muslim tidak mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan, maka mereka kafir dan harus dibunuh. Ini adalah pemahaman yang tidak benar. Kita juga perlu membentengi generasi muda dari pemahaman yang merusak seperti itu.
Selain pemahamannya yang salah, apa lagi yang Anda lihat dari kelompok tersebut?
Yang pertama hendak saya tegaskan adalah bahwa suara ekstrem radikal itu sebenarnya minoritas di dalam umat Islam. Tapi bahayanya luar biasa. Mereka memang ada. Dan mereka itu ada yang mendanai dari pihak-pihak tertentu. Mereka tidak mengakar di kalangan muslim, karena apa yang mereka tawarkan adalah sesuatu yang asing, bukan ciri umat Islam. Mayoritas umat muslim itu tidak menerima mereka.
Tapi suara kelompok Islam moderat yang mayoritas selama ini kurang bergaung. Pembaruan apa yang harus dilakukan?
Tidak diragukan bahwa pemikiran seperti mereka itu baru muncul belakangan ini. Karena itu, diperlukan upaya penyelesaian yang baru dan tidak konvensional. Kami di Al-Azhar sudah memahami itu sejak dini. Maka kami membentuk apa yang disebut "marshod Al-Azhar" (tim pemantau Al-Azhar). Dengan bahasa-bahasa asing, kami memantau apa yang disebarluaskan melalui Internet, media sosial. Pemikiran radikal ekstrem itu kami bantah, dan itu dilakukan oleh ulama yang kompeten melalui media yang sama dengan yang digunakan oleh mereka.
TITO SIANIPAR