Terdakwa mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (kanan) usai menjalani sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di pengadilan Tipikor, Jakarta, 3 Desember 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin yakin tak bersalah meski hakim menyatakan dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi. "Sampai sekarang, saya meyakini saya tidak bersalah," katanya seusai sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Senin, 29 Februari 2016.
Ilham juga mengatakan putusan yang diterimanya tidak sesuai dengan fakta persidangan. Dia mengatakan tak ada tindak korupsi yang ia lakukan. Salah satu bukti yang disebutkan Ilham berkaitan dengan aliran uang. "Awalnya dituntut Rp 5 miliar, kemudian jadi Rp 150 juta," katanya.
Namun Ilham mengaku menghargai keputusan hakim. Ia mengatakan akan mempelajari kembali putusan hakim untuk mengajukan banding. Terlebih lagi, ada seorang hakim yang menyatakan masalah kerja sama antara PDAM Makassar dan PT Traya Tirta termasuk ke dalam lingkup perdata.
Hakim anggota Sofialdi menyatakan masalah kerja sama dengan pihak ketiga yang menjerat Ilham termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Ilham seharusnya dibebaskan dari segala dakwaan dan menyelesaikan masalahnya melalui gugatan perdata.
Meski begitu, majelis tetap menilai Ilham terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Ia divonis 4 tahun penjara serta denda Rp 100 juta dengan subsider satu bulan. Hakim juga menuntut Ilham membayar ganti rugi atas kerugian yang ia timbulkan sebesar Rp 150 juta.
Jika Ilham tak mampu membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika jumlahnya tidak mencukupi, ganti rugi dibayar dengan kurungan selama satu tahun.
Majelis menyatakan Ilham terbukti menyalahgunakan jabatannya. Ia mengarahkan Direksi PDAM Kota Makassar untuk menunjuk PT Traya Tirta Makassar sebagai pemenang proyek Rehabilitasi, Operasi, dan Transfer (ROT) Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang pada 2007-2013. Kerja sama tersebut kemudian dinilai merugikan keuangan negara.
Atas perbuatannya, Ilham dinilai melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.