Walhi: Plastik Berbayar Perlu Diterapkan di Pasar Tradisional, tapi....  

Reporter

Editor

Grace gandhi

Selasa, 23 Februari 2016 04:39 WIB

Warga menunjukkan kantong belanja saat kampanye #Pay4Plastic atau penerapan plastik berbayar untuk mereduksi penggunaan kantong plastik bersama Gerakan Indonesia Diet Plastik di Bandung, Jawa Barat, 27 Desember 2015. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Kajian dan Penggalangan Sumber Daya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Khalisah Khalid mengatakan kebijakan kantong plastik berbayar perlu diberlakukan di pasar tradisional.

Namun, dengan segmen pengguna kelas menengah bawah, ia mengatakan edukasi dan pengawasan penggunaan plastik lebih penting.

"Sebenarnya yang penting perlindungan terhadap masyarakat. Kami menyambut baik apabila di pasar tradisional berlaku (plastik berbayar), tapi lebih penting pengawasannya," kata Khalisah saat dihubungi Tempo, Senin, 22 Februari 2016.

Selain itu, Khalisah pesimistis kebijakan plastik berbayar berjalan efektif. Sebab, kebijakan di hulu, produksi plastik berjalan terus. Menurut dia, lebih penting merumuskan roadmap perubahan pada kemasan dan pengurangan bahan yang tidak ramah lingkungan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan PP Nomor 81 Tahun tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. "Pemerintah juga harus memperhatikan regulasi di hulunya," katanya.

Khalisah mencontohkan kebijakan impor bahan baku plastik yang dilakukan pemerintah turut mendorong produksi plastik. Seharusnya, kata Khalisah, pemerintah juga mendorong pengawasan dan pengendalian produksi plastik.

"Peredaran plastik hanya bisa dikontrol di hulu. Caranya, produksi harus ditekan," ujar Khalisah.

Khalisah mengatakan kebijakan plastik berbayar ini perlu melindungi masyarakat. Menurut dia, pengguna plastik terbesar adalah masyarakat menengah bawah. Ia mengasumsikan kantong plastik yang tidak sehat lebih banyak digunakan sebagai bungkus makanan. "Lebih sulit mengendalikan di hilir," ujar Khalisah.

Kebijakan plastik berbayar, menurut Khalisah, bukan permasalahan harga. Plastik seharga Rp 200 hingga Rp 2.000 masih bisa dibeli masyarakat. Persoalan besar ada apabila di masyarakat bahaya kantong plastik semakin masif.

Senin, 22 Februari 2016, Menteri Siti Nurbaya mencanangkan uji coba kantong plastik berbayar. Ia mengatakan akan ada evaluasi terhadap kebijakan ini sebelum Juni 2016. Kementerian Lingkungan Hidup menargetkan program ini dapat menurunkan minimal 50 persen sampah plastik. "Dengan gerakan ini, minimal 50 persen berkurang," kata Siti Nurbaya.

ARKHELAUS W.

Berita terkait

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

22 hari lalu

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Hari Daur Ulang Sedunia

39 hari lalu

Kilas Balik Hari Daur Ulang Sedunia

Hari Daur Ulang Sedunia ini juga meningkatkan kesadaran akan daur ulang sebagai sebuah ide dan konsep yang penting.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Walhi Ingatkan Dampak Negatif Migrasi Penduduk ke IKN, Garuda Masuk InJourney Bulan Depan

50 hari lalu

Terkini Bisnis: Walhi Ingatkan Dampak Negatif Migrasi Penduduk ke IKN, Garuda Masuk InJourney Bulan Depan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengingatkan potensi kerusakan lingkungan imbas migrasi penduduk ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

Baca Selengkapnya

Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung Meningkat Akibat Ekspansi Tambang Timah

53 hari lalu

Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung Meningkat Akibat Ekspansi Tambang Timah

BKSDA Sumatera Selatan mencatat sebanyak 127 kasus konflik buaya dan manusia terjadi di Bangka Belitung dalam lima tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Prabowo-Gibran Menang, Walhi: Perlu Oposisi Kuat Demi Kebijakan Pro-Lingkungan

17 Februari 2024

Prabowo-Gibran Menang, Walhi: Perlu Oposisi Kuat Demi Kebijakan Pro-Lingkungan

Organisasi masyarakat sipil khawatir Prabowo-Gibran melanjutkan program Jokowi yang dinilai merusak lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Walhi Beberkan Kerusakan Lingkungan Akibat Hilirisasi Nikel di Maluku Utara: Air Sungai Terkontaminasi hingga..

29 Januari 2024

Walhi Beberkan Kerusakan Lingkungan Akibat Hilirisasi Nikel di Maluku Utara: Air Sungai Terkontaminasi hingga..

Walhi mengungkapkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan hilirisasi industri nikel di Maluku Utara.

Baca Selengkapnya

Penelitian Sebut Industri Nikel Merusak Hutan dan Lingkungan Indonesia

24 Januari 2024

Penelitian Sebut Industri Nikel Merusak Hutan dan Lingkungan Indonesia

Penelitian menyebutkan aktivitas industri nikel di Indonesia menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan secara masif.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Kritik Gibran Glorifikasi Hilirisasi Nikel Jokowi: Faktanya Merusak Lingkungan

23 Januari 2024

Greenpeace Kritik Gibran Glorifikasi Hilirisasi Nikel Jokowi: Faktanya Merusak Lingkungan

Greenpeace mengkritik Gibran yang mengglorifikasi program hilirisasi nikel Presiden Jokowi. Industri ini dinilai banyak merusak lingkungan.

Baca Selengkapnya

Di Debat Cawapres, Mahfud Kutip Surat Ar-Rum Ayat 41 Ingatkan Soal Kerusakan Alam

21 Januari 2024

Di Debat Cawapres, Mahfud Kutip Surat Ar-Rum Ayat 41 Ingatkan Soal Kerusakan Alam

Dalam debat cawapres, calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md mengatakan kerusakan alam di bumi terjadi karena tingkah laku manusia.

Baca Selengkapnya

TKN Prabowo-Gibran Bilang Perusahaan Perusak Lingkungan Harus Dihukum Seberat-beratnya

21 Januari 2024

TKN Prabowo-Gibran Bilang Perusahaan Perusak Lingkungan Harus Dihukum Seberat-beratnya

Menurut Budisatrio Djiwandono, Prabowo-Gibran akan memberikan hukuman berat kepada pihak yang merusak alam.

Baca Selengkapnya