Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla mengadakan pertemuan dengan pimpinan lembaga negara di Istana Negara, Jakarta, 19 Januari 2016. Pertemuan ini dihadiri Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Ade Komarudin, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua MK Arief Hidayat, Ketua sementara KY Maradam Harahap dan Ketua BPK Herry Azhar. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Saud Usman Nasution menjawab pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menganggap penjara khusus teroris di Sentul tidak akan efektif.
"Berbagai pihak punya pandangannya masing-masing. Tapi penjara ini justru untuk teroris yang kooperatif," ujar Saud seusai diskusi Deradikalisasi di Graha Gus Dur, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Februari 2016.
Saud menjelaskan, teroris yang kooperatif adalah mereka yang sudah memutuskan untuk keluar dari paham radikalisme dan siap membantu penegak hukum mencegah terorisme. Kalau tidak dipisahkan dari teroris yang masih radikal, mereka akan terancam.
Saud menambahkan, ide penjara teroris itu malah datang dari terpidana-terpidana teroris yang ingin memisahkan diri dari kelompoknya. "Mereka ingin bisa membantu tanpa ditekan oleh kawan-kawan radikalnya."
"Enggak akan jadi universitas teroris lah, toh mereka akan dipantau terus oleh sipir khusus," ujar Saud. Universitas teroris adalah istilah yang diberikan Jusuf Kalla soal penjara khusus teroris.
Ditanyai sejauh mana perkembangan rencana penjara teroris di Sentul itu, Saud mengatakan masih dalam tahap perencanaan. Hal itu pun dibahas lagi dalam rapat terbatas yang terakhir kali pada Januari lalu.
"Kalau penjara ini terealisasi, bisa membantu masalah penjara yang overcapacity," ujar Saud. Saud menyebut ada 47 lembaga pemasyarakatan dengan teroris di dalamnya yang kelebihan kapasitas.