Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan keluar dari kokpit pesawat N219 saat Roll Out untuk pertama kalinya dari hanggar PT Dirgantara Indonesia di Bandung, Jawa Barat, 12 Desember 2015. 10 Desember 2015. Luhut Panjaitan mewakili Presiden Joko Widodo dalam meresmikan penampilan perdana pesawat perintis kerjasama Lapan dan PTDI. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan mengatakan salah satu poin revisi dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah pemberian kewenangan kepada kepolisian untuk menangkap terduga teroris.
"Kita mau memberikan kewenangan untuk pre-emptive, artinya polisi atau unsur-unsur keamanan dapat melakukan penangkapan sementara untuk mendapat keterangan demi mencegah kejadian teror berikutnya," kata Luhut di Istana Kepresidenan, Selasa, 19 Januari 2016.
Luhut mengatakan durasi penangkapan sementara bisa satu hingga dua pekan sesuai kebutuhan kepolisian. Setelah penangkapan sementara, polisi bisa melepas atau menahan sesuai kebutuhan. Menurut dia, usulan ini mencontoh undang-undang terorisme yang berlaku di Malaysia atau Singapura. Pemerintah, kata dia, akan menetapkan kriteria bagi penangkapan sementara. Namun ia masih enggan merinci kriteria penangkapan sementara.
"Misalnya nanti kita dapat informasi mengenai upaya apa, kita panggil, tanya keterangan lalu di-cross-check dengan polisi," katanya. Luhut menegaskan revisi undang-undang pasti tetap akan mempertimbangkan konsep hak asasi manusia. Menurut dia, kewenangan penangkapan sementara ini akan sangat membantu kepolisian dalam memberantas teroris.
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan poin lain yang masuk dalam usulan revisi adalah perpanjangan waktu penahanan. Ia belum bersedia merinci mengenai perpanjangan waktu penahanan yang dimaksud. Laoly mengatakan pencabutan status kewarganegaraan dari warga negara Indonesia yang baru pulang dari Suriah juga masih dikaji pemerintah.
Yasonna mengaku sudah mendapat usulan resmi dari Direktur Jenderal Imigrasi dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang ingin semua WNI yang baru pulang dari Suriah dicabut status kewarganegaraan dan paspornya. "Presiden belum menyampaikan (responsnya--)," kata Yasonna di Istana.