TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) batal membacakan keputusan vonis terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto atas dugaan pelanggaran etik dalam kasus "papa minta saham". Dalam rapat hari ini, Rabu, 13 Januari 2016, MKD tidak membahas masalah sanksi etika Setya Novanto.
"Kami dalam rapat pimpinan tak ada membahas vonis. Kami pikir (masalah etika Setya Novanto) sudah selesai. Sudah dibacakan pada 16 Desember lalu (Setya Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR). Keputusan dalam sidang MKD itu final dan mengikat," kata Sufmi Dasco Ahmad saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 13 Januari 2016.
Wakil Ketua MKD Saiful Basri Ruray menjelaskan, rapat hanya berfokus pada laporan masuk. "Kami membahas tindak lanjut laporan yang masuk dari 2015 hingga masa reses," ujar Saiful.
Padahal, sebelum rapat, salah satu anggota MKD, Sukiman, mengatakan akan ada pembahasan mengenai sanksi Setya Novanto."Masak, kasus bergulir tapi tidak ada sanksi?" tutur Sukimin, politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional.
Begitu pula Wakil Ketua MKD Junimart Girsang yang mengatakan vonis terhadap Setya Novanto tetap akan diberikan.
Setya Novanto dianggap melanggar etika sebagai pemimpin DPR karena melakukan lobi perpanjangan kontrak Freeport. Lobi dilakukan dengan cara bertemu bos PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha minyak, M. Rizal Chalid.
Dalam pertemuan di Hotel Ritz Carlton itulah mereka membicarakan soal permintaan saham Freeport dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Setya Novanto juga meminta saham proyek pembangkit listrik di Papua. Permintaan terungkap dalam rekaman pembicaraan yang diperdengarkan dalam sidang MKD.