Ini Sebab Perburuan dan Perdagangan Satwa Sulit Diberantas

Reporter

Selasa, 29 Desember 2015 21:46 WIB

Orangutan melintas diatara dahan pepohonan dikawasan Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, 04 Desember 2015. TNTP dengan potensinya flora faunanya dikenal dengan wisata singkat untuk melihat orangutan. TEMPO/Nurdiansah

TEMPO.CO, Malang -Sepanjang 2015 perburuan satwa terus meningkat dibanding tahun sebelumnya. Protection of Forest & Fauna (PROFAUNA) Indonesia mencatat terdapat 370 kasus perburuan selama tahun ini saja. "Ironisnya, perburuan satwa liar itu justru banyak terjadi di hutan lindung dan kawasan konservasi alam," ujar juru kampanye PROFAUNA, Swasti Prawidya Mukti, Selasa 29 Desember 2015.

Sejumlah kawasan konservasi alam di Jawa timur yang menjadi sasaran perburuan meliputi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Hutan Raya R Soerjo, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Merubetiri, Hutan sekitar Gunung Ijen, Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, Gunung Arjuna, dan Gunung Kawi.

Selama setahun terakhir, PROFAUNA Indonesia menerima 200-an pengaduan perburuan liar. Sekitar 90 persen pengaduan tentang foto perburuan satwa yang diunggah di media sosial. Foto menampilkan pelaku membawa satwa hasil buruan dan senjata yang digunakan.

Empat kasus di antaranya ditindaklanjuti Kepolisian. Meliputi kasus pembantaian kucing hutan di Jember, pembantaian beruang madu di Kalimantan Timur, pembunuhan Harimau Sumatera di Sumatera Utara, dan pembunuhan dan pembakaran primata di Kalimantan Tengah. Sayang kasus itu jalan di tempat. Belum ada kasus yang sampai ke pengadilan. "Belum ada yang dijatuhi hukuman."

Ketua PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid mengatakan pelakunya adalah pemuda. Media sosial menjadi tempat berinteraksi anak muda dan anak-anak. Sayangnya, mereka justru menunjukkan perilaku yang tak beretika dan menyayangi satwa. "Cara mereka salah dalam mencintai alam dan lingkungan."

Sedangkan pelaku perburuan dan perdagangan satwa dihukum ringan. PROFAUNA Indonesia mencatat enam kasus perdagangan satwa. Pelaku dihukum penjara antara enam bulan sampai dua tahun dan denda Rp500 ribu hingga Rp50 juta. Vonis terberat dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Langsa pada November lalu. Pelaku perdagangan orangutan, elang bondol, burung kuau raja, dan satu awetan macan dahan, dihukum dua tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan penjara.

Sedangkan penyelundup satwa antar negara, yang dilakukan Basuki Ongko Raharjo asal Malang dihukum ringan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhi hukuman enam bulan penjara, dengan masa percobaan satu tahun. Padahal sesuai Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp100 juta. Kejahatan satwa liar, kata dia, telah merusak dan mengganggu kelestarian satwa liar Indonesia.

EKO WIDIANTO

Berita terkait

Fakta Menarik Taman Margasatwa Ragunan yang Selalu Dipadati Pengunjung Saat Libur Lebaran 2024

18 hari lalu

Fakta Menarik Taman Margasatwa Ragunan yang Selalu Dipadati Pengunjung Saat Libur Lebaran 2024

Taman Margasatwa Ragunan yang dipadati pengunjung pada libur Lebaran 2024 punya beberapa fakta menarik.

Baca Selengkapnya

Arti Logo Pameran Flona 2023 di Langan Banteng, Berlangsung hingga 16 Oktober 2023

16 September 2023

Arti Logo Pameran Flona 2023 di Langan Banteng, Berlangsung hingga 16 Oktober 2023

Logo Flona 2023 melambangkan Jakarta mendukung Nusantara sebagai Ibu kota baru

Baca Selengkapnya

Delapan Ekowisata Mangrove di Indonesia yang Kerap Dikunjungi

1 Agustus 2022

Delapan Ekowisata Mangrove di Indonesia yang Kerap Dikunjungi

Ekowisata mangrove, yakni wisata edukasi yang mengutamakan keindahan alami dari hutan mangrove serta makhluk hidup di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Papua Dorong Penetapan Kawasan Ekosistem Penting untuk Lindungi Flora dan Fauna

22 Mei 2022

Papua Dorong Penetapan Kawasan Ekosistem Penting untuk Lindungi Flora dan Fauna

Kawasan ekosistem penting tersebut akan dikelola oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat adat setempat.

Baca Selengkapnya

BRIN: 88 Temuan Spesies Baru 2021, Mayoritas dari Sulawesi

28 Januari 2022

BRIN: 88 Temuan Spesies Baru 2021, Mayoritas dari Sulawesi

BRIN mengumumkan hasil temuan spesies flora dan fauna sepanjang 2021. Berkolaborasi dengan peneliti asing,

Baca Selengkapnya

Ingin Tahu Flora dan Fauna Khas Indonesia, Bisa Lihat di Pecahan Uang Rupiah

16 November 2021

Ingin Tahu Flora dan Fauna Khas Indonesia, Bisa Lihat di Pecahan Uang Rupiah

Dalam pecahan uang rupiah terdapat beragam gambar flora dan fauna khas Indonesia, dari jalak bali, burung kepodang hingga anggrek larat, bunga jeumpa

Baca Selengkapnya

Wisata Edukasi Virtual Kebun Raya Bogor, Tetap Bisa Piknik Sambil Belajar

5 Oktober 2021

Wisata Edukasi Virtual Kebun Raya Bogor, Tetap Bisa Piknik Sambil Belajar

Kebun Raya Bogor telah mengjadirkan layanan wistaa edukasi virtual itu bagi pelajar dan mahasiswa selama pandemi.

Baca Selengkapnya

58 Tahun IPB, Pernah Bergabung dengan Universitas Indonesia

1 September 2021

58 Tahun IPB, Pernah Bergabung dengan Universitas Indonesia

Hari ini, IPB genap 58 tahun, Begini ceritanya pernah bergabung dengan Universitas Indonesia di suatru masa.

Baca Selengkapnya

Konsep Mini Zoo Makin Marak Sebagai Destinasi Wisata

7 April 2021

Konsep Mini Zoo Makin Marak Sebagai Destinasi Wisata

Konsep mini zoo, mirip dengan kebun binatang, tapi dengan lingkup dan jumlah satwa yang lebih sedikit, berikut tempat makan dan penginapan.

Baca Selengkapnya

Nicholas Saputra Suka Isu Lingkungan Berawal dari Terpaksa...

25 Desember 2019

Nicholas Saputra Suka Isu Lingkungan Berawal dari Terpaksa...

Nicholas Saputra memproduksi film panjang bertema lingkungan berjudul Semes7a. Ternyata awal mula ia menyukai isu lingkungan karena terpaksa...

Baca Selengkapnya