Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto menjawab pertanyaan awak media usai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 Desember 2015. Sidang etik tersebut terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam kasus permintaan saham PT Freeport Indonesia yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus PDIP, Risa Mariska, menyebut Ketua DPR Setya Novanto telah melakukan pelanggaran kode etik dengan kategori sedang. Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan ini menyebut Setya Novanto, sesuai dengan tata beracara di MKD, harus dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
"Agar dijatuhkan sanksi sedang," kata Risa saat membacakan pandangannya dalam sidang putusan MKD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Desember 2015.
Risa mempertimbangkan kesaksian bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, juga penjelasan saksi lain, serta keterangan Setya Novanto.
Dari keterangan itulah Risa melihat Novanto telah menjanjikan perpanjangan kontrak PT Freeport kepada Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Padahal itu bukan kewenangan Setya Novanto sebagai pemimpin lembaga parlemen.
Risa mempermasalahkan Setya Novanto membawa pengusaha minyak Riza Chalid saat mengadakan pertemuan. Risa juga mempertimbangkan Setya Novanto dan Riza Chalid yang meminta sejumlah saham kepada Maroef dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Teradu telah terang benderang melanggar kode etik. Teradu tidak pernah membantah pertemuan dengan Maroef dan Riza. Sudah menjadi fakta benar adanya pertemuan tersebut," ucap Risa.