Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki (tengah) menemui pengunjuk rasa yang memprotes revisi RUU nomor 30 tahun 2002 di depan gedung KPK, Jakarta, 12 Oktober 2015. Rancangan UU KPK diusulkan 45 anggota DPR untuk dimasukkan ke dalam Prioritas Program Legislasi Nasional 2015. TEMPO/M Iqbal Ichsan
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki, mengatakan para penyidik di lembaganya harus bisa membedakan antara protes dan penghinaan. Menurut dia, penghinaan terhadap pimpinan merupakan pelanggaran undang-undang.
"Harus dibedakan antara protes dan penghinaan. Penghinaan terhadap pimpinan adalah pelanggaran undang-undang. Kalau kritis itu berarti menyampaikan usul pendapat," katanya di kompleks Istana, Selasa, 15 Desember 2015. Ruki menanggapi pertanyaan seputar sejumlah penyidik di KPK yang menyampaikan protes atas beberapa kebijakannya.
Ruki enggan menjawab ihwal siapa saja penyidik yang diberi sanksi karena tidak patuh atas keputusan yang dibuatnya. Ruki langsung masuk ke mobil dan menolak memberikan keterangan lebih lanjut.
Dalam laporan majalah Tempo pekan ini, hubungan pegawai KPK dengan Ruki memanas, antara lain, karena pelimpahan kasus Budi Gunawan. Ruki mengancam akan melaporkan para pegawai yang memprotes pelimpahan perkara itu dengan mengirim karangan bunga. Pada 23 September lalu, 28 pegawai itu ternyata dijatuhi sanksi.