Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto meninggalkan Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 17 November 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golkar Yorrys Raweyai mendorong agar kasus yang membelit Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, dibawa ke ranah hukum. Menurut dia, kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham PT Freeport itu tidak bisa diselesaikan lewat jalur politik saja.
"Pernyataan dua hari lalu oleh Pak JK bahwa beliau menyarankan dibawa ke ranah hukum," kata Yorris di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Kemaanan, Jakarta, Kamis, 19 November 2015.
Yorris mengatakan, seusai dengan visinya, Golkar berkomitmen berada di barisan terdepan untuk memberantas dan mencegah berbagai praktik korupsi. Menurut dia, Setya Novanto yang telah diberikan mandate untuk menjadi Ketua DPR, seharusnya menjaga martabat negara.
Pada Senin kemarin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan DPR. Setya Novanto, yang juga merupakan politikus partai Golkar ini dilaporkan karena menjanjikan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menteri Sudirman Said mengatakan anggota DPR tersebut sudah melakukan pertemuan beberapa kali dengan petinggi Freeport. Pertemuan ketiga antara Setya Novanto dan para petinggi Freeport itu digelar di kawasan SCBD Sudirman, Jakarta.
Dalam pertemuan ketiga yang digelar pada 8 Juni 2015 di Pacific Place itulah, Setya menjanjikan bisa memperpanjang kontrak Freeport yang akan berakhir pada 2021 dengan mulus. Sebagai imbalannya, dia meminta 20 persen saham. Saham itu akan dibagikan kepada Presiden Jokowi sebanyak 11 persen dan Wakil Presiden Jusuf Kalla 9 persen.
Untuk dia, Setya Novanto meminta 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Urumuka di Paniai, Papua.