Kasus Pelecehan Seksual di Parepare Memprihatinkan
Editor
Abdul Djalil Hakim.
Senin, 26 Oktober 2015 23:06 WIB
TEMPO.CO, Parepare - Kasus pelecehan seksual di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, sudah pada tahap memprihatinkan. Kasus seksual itu melibatkan anak-anak sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Berdasarkan data Kepolisian Resor Parepare, selama 2015, tepatnya per September, sudah terjadi 15 kasus. Jumlah korbannya 15 orang dengan usia 5 - 16 tahun. Adapun pelakunya 26 orang. Umur mereka 12 - 18 tahun. “Pada 2014, data per September 17 kasus,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Parepare, Ajun Komisari Nugraha Pamungkas, Senin, 26 Oktober 2015.
Menurut Nugraha, penanganan kasus pelecehan seksual yang melibatkan anak mendapat prioritas untuk dipercepat agar segera mendapatkan kepastian hukum. “Usia mereka dalam masa pertumbuhan," ujarnya.
Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Andi Nila Ridha, mengakui kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan seksual yang melibatkan anak-anak, termasuk siswa sekolah, sudah sangat memprihatinkan. “Perlu diperkuat langkah preventif, karena saya khawatir menjadi fenomena gunung es,” ucapnya.
Nila mengatakan terjadi degradasi moral pada anak-anak, termasuk para siswa sekolah. Itu sebabnya ia mengajak semua pihak, termasuk para orang tua dan guru, memperbaiki pola pengasuhan. “Perlu perubahan pola pengasuhan, baik di rumah maupun di sekolah," tuturnya.
Nila menjelaskan, anak-anak seusia pelajar SMP dan SMA selalu terdorong oleh rasa ingin tahu, ingin mencoba sesuatu. Namun, mereka tidak pernah memikirkan efek buruknya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Parepare, Anwar Saad, juga menyatakan keprihatinannya. Di tengah maraknya kasus seksual yang melibatkan anak-anak, termasuk siswa sekolah, perkembangan teknologi informasi juga begitu cepat. Pornografi dengan mudah diakses melalui media sosial.
Anwar mengatakan, Dinas Pendidikan terus mengembangkan program pendidikan karakter guna mengatasi perilaku pelajar yang tidak bermoral. Namun, diakuinya tidak mudah dalam pelaksanaannya.
“Di sekolah, juga di rumah, pendidikan karakter yang disertai pendekatan secara agama bisa dilakukan. Tapi hal-hal negatif di lingkungan pergaulan mereka belum dapat dibendung,” kata Anwar.
DIDIET HARYADI SYAHRIR