Butuh 9 Tahun Mendata Tanah Milik Keraton Yogyakarta

Reporter

Senin, 7 September 2015 18:44 WIB

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memperkirakan proses inventarisasi dan identifikasi tanah milik Keraton Yogyakarta (sultan ground) dan Kadipaten Pakualamam (Paku Alam Ground) membutuhkan waktu sekitar sembilan tahun. “Sampai 2024,” kata Kepala Biro Tata Pemerintahan DIY Beny Suharsono, Senin 7 September 2015.

Menurut dia, dengan proses inventarisasi dan identifikasi akan terungkap status dan pemanfataan tanah tersebut. Bermasalah atau tidak, semisal apakah tanah-tanah itu kini ditempati oleh seseorang atau lembaga yang tak mempunyai izin dari keraton dan kadipaten. Selain menginventarisasi dan mengindentifikasi, waktu sembilan tahun juga akan digunakan untuk proses pendaftaran (sertifikasi) dan mengatur pemanfaatannya. “Kami tak bisa melompat-lompati (tahapannya),” katanya.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 memberikan wewenang istimewa bagi DIY untuk mengatur lima urusan pemerintahan. Dari kelima urusan itu, dua di antaranya, pengisian jabatan kepala daerah dan kelembagaan, telah rampung diatur dalam peraturan daerah istimewa. Adapun tiga lainnya; kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang, hingga kini tak kunjung masuk pembahasan.

Sebelumnya, Ketua Badan Pembuatan Peraturan Daerah DPRD DIY Zuhrif Hudaya mengatakan, meski ketiga rancangan perda istimewa itu telah masuk dalam daftar program legislasi daerah 2015, Dewan belum berani menjadwalkan pembahasannya. Alasannya, data kepemilikan tanah keraton dan kadipaten, belum ada. Perda tentang pertanahan itu akan berpengaruh besar pada proses pembahasan perda tata ruang.

Beny berpendapat, semestinya Dewan tak perlu menunggu data itu. “Karena draft rancangan perda kan sudah dihantarkan oleh gubernur,” katanya. Draft rancangan perda pertanahan menjabarkan sejumlah aturan seperti tentang tanah keraton dan kadipaten dalam dua bagian; keprabon dan bukan keprabon. Tanah keprabon merupakan tanah yang dimanfaatkan untuk bangunan keraton dan pura, upacara adat, dan kelengkapannya.

Adapun tanah bukan keprabon adalah tanah kasultanan dan kadipaten yang belum terikat alas hak. Tanah itu bisa dimanfaatkan masyarakat atau lembaga lewat hak yang diberikan kasultanan dan kadipaten dalam bentuk kekancingan. Tanah-tanah ini, bisa dilepaskan untuk kepentingan umum. Semisal untuk jalan raya, rel kereta, waduk, rumah sakit, kantor pemerintahan, hingga sarana pendidikan. Ketentuannya, seperti termaktub dalam draft rancangan, pemohonan pelepasan tanah harus mencari tanah pengganti yang senilai.

ANANG ZAKARIA

Baca juga:

Ada Mafia, Rizal Ramli: Sistem Token Pulsa Listrik Kejam
Ahok Wajibkan PNS Daftar Ulang Lewat Sistem Elektronik PUPNS
Tiket Promo Kereta Api Baru Mulai Dijual 7-28 September

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

6 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

9 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

46 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

50 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

54 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

4 Januari 2024

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

BMKG menjelaskan perkiraan cuaca Yogyakarta dan sekitarnya hingga akhir pekan ini, penting diketahui wisatawan yang akan liburan ke sana.

Baca Selengkapnya

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

8 Desember 2023

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran.

Baca Selengkapnya

Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

8 Desember 2023

Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

Politikus PSI Ade Armando dipolisikan karena sebut politik dinasti di Yogyakarta. Ia dituduh langgar Pasal 28 UU ITE. Begini bunyi dan ancaman hukuman

Baca Selengkapnya

Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

8 Desember 2023

Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejarah panjang hingga memiliki otonomi khusus. Berikut penjelasannya.

Baca Selengkapnya