Sejumlah siswa mengarak Ryan Aditya Moniaga (18), siswa SMA Karnisius, Jakarta Pusat, peraih nilai tertinggi tingkat SMA se-Indonesia untuk kategori Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMA Karnisius, Jakarta, (20/05). Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Purbalingga - Belum genap satu bulan pelaksanaan program lima hari sekolah di Purbalingga, Jawa Tengah, Dinas Pendidikan setempat berencana meninjau ulang penerapan program lima hari sekolah untuk semua SMA negeri. Instansi ini menyarankan agar sekolah kembali ke program enam hari sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Purbalingga Tri Gunawan menjelaskan telah meninjau sejumlah sekolah yang menerapkan jam belajar selesai pada pukul 16.00. Hasilnya, kondisi siswa dengan lima hari sekolah memprihatinkan. “Siswa mengalami kelelahan fisik dan psikis,” katanya, Selasa, 11 Agustus 2015. Sebab, ujar Tri, pikiran dan tenaga siswa sudah mulai melemah mulai pukul 14.00.
Tri meminta sekolah segera mengevaluasi secara cermat semua dampak yang ditimbulkan. Evaluasi uji coba ini tak harus menunggu program selesai satu semester, tapi bisa tiap waktu dan bisa dilakukan langkah-langkah untuk menjadi solusi yang terbaik, meski harus kembali ke program enam hari sekolah.
“Karena ini edaran gubernur, kami di kabupaten tidak bisa langsung melarang. Kami hanya sebatas meminta agar sekolah benar-benar berpikir cermat dengan mengevaluasi yang rinci dan mendalam,” ujarnya.
Program lima hari sekolah juga dikeluhkan karena siswa mengalami kendala transportasi, khususnya di sekolah yang wilayahnya susah akses kendaraan angkutan umum. Orang tua juga mengeluarkan biaya tambahan untuk makan siang anak serta uang saku.
“Imbas lainnya, kondisi anak sudah tidak siap saat di rumah harus memperkaya materi pelajaran. Padahal mereka masih membutuhkan. Di sisi lain kondisi pikiran dan tenaga sudah lemah karena sekolah sampai pukul 04.00 sore,” kata Tri.
Pendapat senada diutarakan Dewan Pendidikan Kabupaten Purbalingga. Dewan menilai adanya lima hari kerja dengan memadatkan jam pelajaran justru akan membebani siswa dan guru. Selain itu kondisi psikologis siswa dan guru juga akan terpengaruh. “Saya tidak sepakat adanya lima hari sekolah,” ujar Ketua Dewan Pendidikan Purbalingga Trisnanto Sri Hutomo.
Menurut dia, kondisi siswa jelas akan melemah seharian dibebani dengan mata pelajaran. “Guru juga akan semakin memiliki tugas berat dan jika yang tidak mendapatkan jam mengajar tertentu,” ujar Trisnanto. Dia juga mempertanyakan kegiatan siswa pada Sabtu. “Menganggur di rumah? Siswa juga akan mudah merasa jenuh dan akhirnya penyampaian pembelajaran tidak efektif.”