Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Pol Budi Waseso, menjadi salah satu nama calon Kapolri. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah menjaring enam komisaris jenderal yang akan diajukan menjadi pengganti Budi Gunawan, yang tidak kunjung dilantik sebagai Kapolri. ANTARA/M Agung Rajasa
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane mengatakan petisi 'Dukung Budi Waseso' ditujukan untuk mengukur indikasi dukungan masyarakat untuk Polri. Neta menjelaskan bila jumlah partisipan melebihi pendukung petisi 'Copot Budi Waseso', maka hal ini berarti citra Kepolisian masih cukup baik.
"Tapi, kalau jumlahnya sedikit, artinya Polri dan Buwas (Budi Waseso) harus intropeksi diri," kata dia saat dihubungi Tempo, Sabtu, 25 Juli 2015.
Neta dan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Adrianus Meliala menggagas petisi berjudul 'Dukung Kabareskrim Budi Waseso Menegakkan Hukum Tanpa Tebang Pilih'. Dalam petisi tersebut dijelaskan alasan dukungan untuk Waseso. Di antaranya Waseso dianggap berprestasi menangani kasus-kasus besar bernilai milyaran hingga triliunan rupiah. Misal nya seperti korupsi penjualan kondensat, pengadaan alat penyimpan daya listrik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara DPRD DKI, kasus korupsi stadion gelora bandung, korupsi Gubernur Bengkulu, Bupati Bengkalis, dan Bupati Kota Baru, dan sebagainya.
Partisipan petisi tersebut saat ini mencapai 6.939 orang. Targetnya, kata Neta, ada satu juta penandatangan. Petisi dukungan tersebut tidak akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo untuk ditindaklanjuti.
"Tidak lah, ini kan hanya ungkapan dukungan masyarakat yang tidak akan berpengaruh terhadap kebijakan Presiden, termasuk petisi 'Copot Budi Waseso' kemarin," ujarnya.
Petisi tersebut juga menilai petisi “Copot Kabareskrim Budi Waseso” merupakan bentuk intervensi terhadap penegakan hukum. Intervensi itu dianggap rentan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melemahkan Polri dan membuat keruh suasana. Terkait penetapan tersangka Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman yang merasa dilanggar haknya, maka dapat menempuh proses praperadilan.