Acara Pisowanan Ageng (Silaturahmi Besar) dalam menyambut logo baru Daerah Istimewa Yogyakarta di Keraton Yogyakarta, 7 Maret 2015. Acara dengan tajuk "Jogja Gumregah" itu, dirayakan dengan makan bersama sebagai perayaan Jumenengan (ulang tahun naik tahta) ke 26 Raja Sri Sultan Hamengku Buwono X. TEMPO/Pribadi Wicaksono
TEMPO.CO, Yogyakarta - Tindakan sekelompok orang yang mengatasnamakan Paguyuban Trah Ki Ageng Giring-Ki Ageng Pemanahan menobatkan Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabukusumo sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono XI pada Ahad, 12 Juli 2015, bisa berujung pengadilan.
“Jika trah tidak terima namanya dicatut, ini bisa dibawa ke persoalan hukum. Kami yakin ini kelompok abal-abal,” ujar Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) Keistimewaan Widihasto Wasana Putra kepada Tempo, Senin, 13 Juli 2015.
Hasto--demikian Widihasto Wasana Putra biasa disapa--menganggap penobatan Prabukusumo itu mirip dengan skenario saat Anglingkusumo dinobatkan sebagai raja baru di Puro Pakualaman pada 2012.
Karena itu, Sekber Keistimewaan menuding pelaku penobatan Prabukusumo itu sengaja ingin memperkeruh suasana dan mencari sensasi di balik kisruh Keraton Yogyakarta. Terlebih, penahbisan raja baru itu dilakukan hanya di sebuah petilasan leluhur Keraton Yogyakarta, dan bukan di area dalam Keraton.
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
24 hari lalu
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.