Kawasan pemukiman Dadap, Tangerang, 24 Oktober 2014. Pemerintah kabupaten Tangerang akan merelokasi kawasan kumuh Dadap menjadi sentra makanan laut terbesar di Indonesia dan pusat perbelanjaan yang menghubungkan antar pulau. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
BISNIS.COM, Jakarta - Pemerintah akan mengalokasikan anggaran Rp 4 triliun untuk menangani permukiman kumuh tahun ini. Kebijakan ini untuk mengejar pencapaian target 0 persen kawasan kumuh di Tanah Air pada 2019.
Menurut Joerni Makmoerniati, Kepala Subdirektorat Pengembangan Permukiman Baru Direktorat Pengembangan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, berdasarkan data Direktorat Jenderal Cipta Karya, masih tersisa 12 persen kawasan kumuh di seluruh Indonesia atau sekitar 38.487 hektare yang belum tertangani.
Saat ini pemerintah mendata ulang sebaran kawasan tersebut untuk memperoleh data spasial, tidak saja numerik. “Datanya harus kami benahi dulu, target nol persen itu dicapai dari angka berapa? Kalau target kota tanpa kumuh itu memang berat, sehingga kami menyebutnya meminimalkan kawasan kumuh dengan mengejar target yang lebih jelas, yakni 38 ribu hektare itu,” ujarnya, Jumat, 22 Mei 2015.
Alokasi anggaran sebesar Rp 4 triliun yang bersumber dari direktoratnya akan dikhususkan untuk penanganan permukiman saja. Kebutuhan penanganan sebesar Rp 1-1,5 miliar per hektare. "Tahun ini memang agak besar, dan itu untuk permukimannya saja. Itu belum termasuk akses terhadap air minum, sanitasi, drainase, dan keteraturan bangunan, yang juga menjadi indikator lain untuk menilai kekumuhan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, target penanganan kawasan kumuh selama lima tahun ke depan seluas 38.487 hektare. Pemerintah dapat menangani langsung permukiman kumuh di skala kawasan di atas 15 hektare. Sedangkan di bawah luas tersebut akan ditangani pemerintah daerah melalui perjanjian kerja sama dengan pemerintah pusat.
Tingkat kekumuhan tinggi sebagian besar ada di kota-kota metropolitan. Meski demikian, tidak semua pemda bersedia bekerja sama dengan pemerintah pusat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk merealisasikan target pemerintah. “Tidak semua kota besar mau melakukan kerja sama, antara lain karena tidak mau dikatakan kumuh, melainkan hanya tidak tertata. Padahal banyak sekali indikator kekumuhan yang terpenuhi di situ,” tuturnya.