TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Partai Golkar Bidang Hukum Lawrence Siburian berencana mengajukan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum jika partainya gagal ikut serta dalam Pemilihan Kepala Daerah serentak pada Desember 2015.
"Kami ajukan judicial review ke Mahkamah Agung karena sebenarnya KPU tidak punya kewenangan melarang toh kami punya Surat Keputusan," kata Lawrence saat dihubungi, Ahad, 17 Mei 2015.
Komisi Pemilihan Umum telah menerbitkan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 mengenai keikutsertaan partai politik yang diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai peserta pemilihan kepala daerah. Pasal 36 menyebutkan KPU menerima pendaftaran pasangan calon berdasarkan keputusan terakhir dari Menteri Hukum tentang penetapan kepengurusan partai politik yang kepengurusannya masih dalam proses sengketa.
Jika belum ada keputusan hukum tetap, KPU menerima pendaftaran calon berdasarkan keputusan Menteri tentang kepengurusan hasil kesepakatan perdamaian. Sementara jika masih ada putusan sela atau penundaan surat Menteri, maka KPU tak akan menerima pendaftaran calon dari partai tersebut.
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta akan mengeluarkan putusan final terkait gugatan Golkar kubu Aburizal Bakrie besok. Kubu Aburizal menggugat keputusan Kementerian Hukum yang mengsiang. esahkan kubu Agung karena dianggap berlawanan dengan putusan Mahkamah Partai.
Lawrence mengatakan jika hakim PTUN mengabulkan gugatan Aburizal, maka kedua kubu Partai Golkar terancam tak bisa ikut Pilkada. Alasannya, sesuai dengan Peraturan KPU, KPU hanya akan menggunakan keputusan kepengurusan islah yang disahkan Kementerian Hukum.
"Kubu Aburizal menang, tapi dia belum punya SK. Jadi kedua kubu terancam tak bisa ikut Pilkada," kata Lawrence. Sebaliknya, jika kubu PTUN menolak gugatan Aburizal dan menerima SK Kementerian, Lawrence menilai Surat Keputusan Menteri tetap berlaku. "Meskipun mereka banding, surat tetap berlaku dan kami bisa ikut Pilkada."
Menurut Lawrence, KPU sebenarnya tak berhak mengatur kepesertaan partai politik bersengketa dalam Pilkada."Yang berhak adalah undang-undang yang disahkan DPR dan pemerintah," kata dia.Meski begitu, pihaknya menolak wacana revisi terbatas Undang-Undang Pilkada seperti yang diajukan sejumlah fraksi di DPR.
"Undang-undang berlaku untuk semua bukan satu kepentingan. Kalau untuk kepentingan dia, nanti revisi itu tak efektif."