Menantu Sri Sultan Hamengkubuwono X, KPH Yudanegara (Ahmad Ubaidillah) mengikuti ritual Ngabekten kepada raja jawa Sri Sultan Hamengkubuwono X di Bangsal Kencono, kompleks Keraton Yogyakarta, Kamis (8/8). TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO , Yogyakarta: Sosiolog Universitas Negeri Yogyakarta, Sugeng Bayu Wahyono, menilai penjelasan Sultan Hamengku Buwono X mengenai isi Sabda Raja pada Jumat pekan lalu merupakan strategi terbaik dalam proses suksesi di Kerajaan Jawa. Apalagi, Bayu juga menilai Sultan menjalankannya karena wangsit leluhur.
"Pola suksesi di Kraton Jawa seperti itu, legitimasi mistis paling utama, baru legitimasi profan," kata Bayu. Minggu, 10 Mei 2015.
Bayu menjelaskan pada tradisi suksesi raja-raja Mataram Islam dan Kraton-Kraton penerusnya, wahyu Tuhan lewat bisikan leluhur merupakan sumber utama legitimasi. Aspek mistik mengabaikan segala bentuk proses politik yang riil atau profan. "Makanya tidak mungkin terpengaruh dengan pengerahan massa pendukung, justru itu melanggar tradisi," kata Bayu.
Bayu menambahkan pilihan Sultan terhadap figur penggantinya, yang berasal dari anak kandungnya, bisa jadi bertujuan untuk meredam potensi polemik di internal Kraton. Dia memperkirakan, jika Sultan menunjuk penggantinya dari kalangan adik-adik Raja Kraton Yogyakarta itu, polemik lebih keras akan terjadi. "Di setiap periode suksesi Raja Kraton Yogyakarta selalu ada polemik keras," kata dia.
Sebagai pengecualian, hanya terjadi pada proses suksesi untuk memilih pengganti Sultan Hamengku Buwono IX. Menurut Bayu, sebabnya tentu mudah ditebak karena saat itu masa Orde Baru. "Karena konflik haram di masa Orde Baru," kata peneliti budaya Jawa tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu isi Sabda Raja I yang selama ini dipermasalahkan oleh sebagian adik-adik Sultan adalah soal penggantian gelar Raja Kraton Yogyakarta. Gelar itu ialah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senapati Ing Ngalaga Langgeng Ing Bawono Langgeng, Langgeng Ing Toto Panoto Gomo.
Sabda Raja I menghapus gelar lama Sultan yang selama ini tercatat dalam Undang-Undang Keistimewaan DIY. Nama gelar itu ialah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Adapun Sabda Raja II berisi tentang pemberian gelar baru kepada putri pertama Sultan Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Pembayun menerima gelar GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram. Karena menerima gelar itu, Pembayun diperintahkan untuk duduk di atas Watu Gilang atau berarti dia dipilih sebagai calon pengganti Sultan.
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
24 hari lalu
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998
Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.