Berlawanan dengan Sultan, Dukuh Takut Tanah Pelungguh Ambles  

Reporter

Kamis, 7 Mei 2015 16:17 WIB

Sri Sultan Hamengkubuwono X, raja Kasultanan Yogyakarta, membacakan Sabda Tama (pernyataan raja) di Bangsal Kencono, Kompleks Kraton Yogyakarta, Kamis (10/05). Dalam pernyataannya, Sultan menegaskan bahwa Kraton Yogyakarta dan Kraton Puro Pakualaman merupakan satu kesatuan yang utuh, dan bahwa Yogyakarta memiliki tata peraturannya sendiri meskipun telah bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Gara-gara berseberangan sikap dengan Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, kepala dukuh di Daerah Istimewa Yogyakarta khawatir akan kehilangan tanah pelungguh—tanah desa yang menjadi sumber penghasilan perangkat desa.

Tanah desa dibagi menjadi tiga jenis. Pelungguh bagi perangkat desa, pengarem-arem bagi pensiunan perangkat, dan tanah kas bagi sumber dana operasional desa. Sebagian besar tanah itu berstatus Sultan Ground (milik Kasultanan Yogyakarta). “Kami khawatir soal pelungguh itu,” kata Ketua Paguyuban Dukuh DIY Sukiman Hadi Wijoyo di gedung DPRD DIY, Kamis, 7 Mei 2015.

Bersama puluhan anggotanya, Sukiman mendatangi gedung DPRD DIY dan mengadukan kekhawatiran itu kepada legislator. Ia mengatakan saat ini berkembang isu tentang adanya ancaman pencabutan hak desa mengelola tanah-tanah tersebut. “Tapi saya yakin ini rumor,” ujarnya.

Satu alasannya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X—juga raja keraton—telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2014 tentang tanah desa. Dalam peraturan itu, Sultan memberikan hak desa untuk mengelola tanah itu.

Paguyuban Dukuh, kata dia, meminta Dewan mendukung agar pelaksanaan keistimewaan DIY tetap sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012. Ia tak ingin ada revisi Undang-Undang Keistimewaan DIY itu. “Jangan ditawar-tawar lagi, tak usah diutak-atik,” tuturnya.

Undang-Undang itu mengatur Gubernur DIY adalah Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta, dengan gelar lengkapnya, Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah. Kamis pekan lalu, lewat Sabda Raja, Sultan mengganti nama dari Buwono menjadi Bawono. Ia juga menghilangkan kata “khalifatullah” dari gelarnya.

Agenda pertemuan antara Paguyuban Dukuh dan DPRD DIY itu terbilang mendadak. Paguyuban baru mengirimkan surat permohonan bertemu legislator pada Rabu sore kemarin ke Sekretariat DPRD DIY. “Saya baru tahu malam harinya mau ada pertemuan ini,” ucap Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana kepada rombongan Paguyuban.

Akibatnya, tak banyak legislator yang mendapat kabar adanya pertemuan itu. Selain Yoeke, hanya ada dua legislator lain yang menerima rombongan tersebut. Keduanya adalah Sukamto dari PKB dan Agus Sumartono dari PKS.

ANANG ZAKARIA



Berita terkait

Aeropolis Dekat Bandara YIA, Sultan Hamengku Buwono X Minta agar Tak Ada Kawasan Kumuh

11 hari lalu

Aeropolis Dekat Bandara YIA, Sultan Hamengku Buwono X Minta agar Tak Ada Kawasan Kumuh

Sultan Hamengku Buwono X meminta agar Kulon Progo memilah investor agar tidak menimbulkan masalah baru seperti kawasan kumuh.

Baca Selengkapnya

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

19 hari lalu

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X absen gelar open house selama empat tahun karena pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

20 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

21 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

30 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

45 hari lalu

Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran karena kembali muncul kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul Yogyakarta. Diduga karena ini.

Baca Selengkapnya

60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

51 hari lalu

60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

Penetapan Hari Jadi DI Yogyakarta merujuk rangkaian histori berdirinya Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat

Baca Selengkapnya

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

51 hari lalu

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

52 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

52 hari lalu

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.

Baca Selengkapnya