Gubernur Jawa Timur Soekarwo. DOK/TEMPO/Dinul Mubarok
TEMPO.CO, Lumajang - Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku terus terang bahwa tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan nyawa 18 tenaga kerja asal Jawa Timur yang terancam hukuman mati di luar negeri. "Kami tidak bisa, pemerintah provinsi telah pergi ke sana," ujar Soekarwo di Pendapa Kabupaten Lumajang, Kamis, 23 April 2015.
Soekarwo mengatakan hanya bisa meminta kepada Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Luar Negeri agar segera melakukan negosiasi dengan pemerintah negara tempat tenaga kerja itu akan dihukum mati. Soekarwo mencontohkan, di Arab Saudi, ketika keluarga korban pembunuhan tidak ikhlas memberi ampun pada pelaku, maka terdakwa langsung dihukum mati. "Kalau pelakunya sudah dihukum mati, baru keluarga korban mau mengampuni," katanya.
Pemerintah, kata dia, tidak bisa berkutik kalau keluarga korban tidak bersedia mengampuni terpidana mati. "Pemerintah tidak bisa berbuat apa pun," ujarnya. Bahkan seorang raja juga tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan terpidana dari eksekusi mati.
Karena itu, menurut Soekarwo, pemerintah hanya bisa mengerjakan hal-hal setelah tenaga kerja itu dihukum mati. Misalnya, mengurus jenazahnya dan membantu kepulangannya. "Kalau kegiatan selamatan, kami bantu. Kami hanya sebatas itu," katanya.
Disebutkan masih ada 18 tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jawa Timur yang terancam hukuman mati di luar negeri lantaran terlibat dalam kasus hukum. Mereka tersebar di Arab Saudi, Malaysia dan Iran. Rinciannya, di Arab Saudi tujuh orang, Malaysia 10 orang dan Iran satu orang.
Dari 18 TKI yang terancam hukuman mati itu tujuh orang terlibat kasus pembunuhan, enam kasus narkoba, tiga kasus perzinahan serta kasus sihir dan kepemilikan senjata api masing-masing satu orang.