TEMPO Interaktif, Jakarta: Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil menyatakan, keberadaan tim pemantau perdamaian di Aceh, atau Aceh Mission Monitoring (AMM), tidak akan lama. "Maksimal setahun mereka di Aceh," ujarnya, Sabtu (27/8) di Jakarta. Menurut Sofyan, tim pemantau akan dikontrak selama enam bulan dan diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Saat pemilihan kepala daerah secara langsung digelar di Aceh pada April 2006, kata dia, tim pemantau yang terdiri dari Uni Eropa dan ASEAN itu sudah harus pulang.Pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana justru melihat rentang waktu setahun itu tidak masuk akal. Alasannya, berdasarkan perjanjian yang diteken di Helsinki, 15 Agustus lalu, penyelesaian perselisihan yang terjadi akan diselesaikan oleh kepala AMM melalui musyawarah dengan semua pihak. Kepala Misi lah pengambil keputusan yang akan mengikat semua pihak.Jika Kepala Misi menyimpulkan bahwa perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, persoalan akan dibahas bersama oleh Kepala Misi dengan wakil senior dari semua pihak. Selanjutnya Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang mengikat semua pihak.Adapun jika perselisihan tidak bisa dilakukan dengan kedua cara itu, Kepala Misi akan langsung melaporkan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, pemimpin GAM, ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative, serta memberi tahu Komite Politik dan Keamanan Uni Eropa."Bagaimana jika setelah setahun ada perselisihan, sementara pada perjanjian dikatakan bahwa perselisihan hanya bisa diselesaikan oleh AMM?" kata dia. Rengga