TEMPO.CO, Yogyakarta - Masyarakat nusantara mengenal bermacam jenis wayang. Dari wayang purwo hingga kancil berbahan kulit, wayang golek dan potehi berbahan kayu, sampai wayang suket berbahan rumput. Di Yogyakarta ada wayang yang terbuat dari lembaran seng. Namanya Wayang Milehnium Wae yang akan dibawa ke Gianyar, Bali, untuk meramaikan pawai hari jadi kabupaten itu 17 April 2015.
“Disebut milehhnium karena bahannya milih (memilih) alumunium saja,” kata pembuat wayang Milehnium Ki Mujar Sangkerta saat menyiapkan pementasan di kantor Dinas Kebudayaan DIY, Senin 13 April 2015.
Wayang milehnium wae menjadi salah satu properti untuk memeriahkan tarian. “Wayangnya ikut diarak,” ujar Ki Mujar Sangkerta. Ukuran wayang milehnium lebih besar dibanding wayang kebanyakan. Besarnya mencapai 240 x 120 sentimeter. Sehingga satu wayang harus diusung satu orang. “Ada juga yang ukuran seperti wayang kulit biasanya, tapi bahan tetap dari alumunium.”
Wayang milehnium mengenal tiga jenis pakeliran (bentuk). Pakeliran klasik yang berujud wayang purwo. Sosok dan karakternya seperti wayang kulit yang biasa ditemui di Jawa. Lalu ada pakeliran modern. Bentuk dasanya mengadopsi karakter wayang purwo. Bedanya ujud karakaternya mengalami modifikasi. Contohnya, “Ada petruk bawa gitar atau gareng pegang pistol,” katanya.
Adapun pakeliran terakhir, lanjut dia, adalah kontemporer. Pakeliran ini lebih fleksibel. Karakternya menyesuaikan dengan kreatifitas pembuatnya. Bentuknya, bergambar sosok imajinatif dan karikaturial dengan warna-warni cerah.
Ki Mujar mulai membuat wayang milehnium sejak 2010. Lewat sebuah lembaga bentukannya, Institut Sangkerta Indonesia, ia juga menggelar workshop pembuatan dan pementasan wayang milehnium. “Biar ada regenerasi,” katanya.
Pementasan wayang milehnium, menurut dia, lebih banyak dilakukan di tempat terbuka. Di tepi kali, di jalan raya, atau di halaman gedung yang luas. Selain ukuran wayang lumayan besar, pementasan wayang milehnium juga menggabungkan unsur seni teater. Musik pengiringnya juga tak melulu gamelan klasik. Seringnya, ia memanfaatkan alat musik modern dan bunyi-bunyian digital.
Cerita yang dimainkan pun bisa beragam. Untuk pakeliran klasik, ia mengatakan tetap memilih kisah yang dimainkan wayang purwo. Bedanya, dalang pementasan selalu lebih dari satu orang. “Semua pemain bisa menjadi dalang, satu orang bawa satu wayang,” katanya.
Adapun cerita untuk dua pakeliran wayang yang lain lebih longgar. Ia mengatakan biasa memainkan cerita-cerita bertema kritik sosial dan budaya untuk kedua pakeliran ini. Tentang dampak pemanasan global dan pembalakan hutan misalnya.
Jumlah pemain terbanyak dalam pementasan, kata dia, bisa mencapai dua ratusan orang. Untuk pementasan dengan jalan cerita lebih sederhana, jumlah pemain hanya berkisar belasan hingga puluhan orang saja. Salah satu alasan yang membuatnya menggeluti wayang milehnium wae adalah untuk mendekatkan wayang pada generasi muda.
Dengan karakter wayang yang bisa dibuat sesuai dengan kreatifitas, jalan cerita wayang pun bisa disesuaikan dengan kondisi kekinian. Toh, dialog yang dimainkan tak harus dengan bahasa Jawa.
ANANG ZAKARIA
Berita terkait
Cerita dari Kampung Arab Kini
9 hari lalu
Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.
Baca SelengkapnyaBegini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X
12 hari lalu
Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi
Baca SelengkapnyaMenengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta
48 hari lalu
Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755
Baca SelengkapnyaDI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah
53 hari lalu
Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram
Baca SelengkapnyaKetua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan
57 hari lalu
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.
Baca SelengkapnyaBadai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan
20 Januari 2024
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.
Baca SelengkapnyaYogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu
4 Januari 2024
BMKG menjelaskan perkiraan cuaca Yogyakarta dan sekitarnya hingga akhir pekan ini, penting diketahui wisatawan yang akan liburan ke sana.
Baca SelengkapnyaMengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer
11 Desember 2023
Pada 11 Desember 2004, musisi Harry Roesli tutup usia. Ia merupakan seorang pemain musik yang dijuluki Si Bengal dan pencipta lagu yang produktif.
Baca SelengkapnyaGunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak
8 Desember 2023
Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran.
Baca SelengkapnyaKader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya
8 Desember 2023
Politikus PSI Ade Armando dipolisikan karena sebut politik dinasti di Yogyakarta. Ia dituduh langgar Pasal 28 UU ITE. Begini bunyi dan ancaman hukuman
Baca Selengkapnya