Para simpatisan dari kaum ibu-ibu menghadiri persidang perdana praperadian mantan Menteri Agama Suryadharma Ali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 31 Maret 2015. Tempo/Dian triyuli handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tatik Hadiyanti menolak seluruh gugatan praperadilan serta tuntutan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali. Alasannya, penetapan tersangka bukan termasuk obyek praperadilan seperti yang diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
"Berpedoman dengan Pasal 77 KUHAP, penetapan tersangka jelas bukan kewenangan praperadilan," kata dia saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera, Jakarta Selatan, Rabu, 8 April 2015.
Adapun bunyi pasal tersebut antara lain, "Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: (huruf a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; (huruf b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”
Putusan Tatik tersebut juga diperkuat oleh pendapat pakar hukum Romly Atmasamita yang diungkapkan pada sidang praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Romly menyatakan penetapan tersangka tidak termasuk obyek praperadilan.
Kuasa hukum Suryadharma, Johnson Panjaitan, mempermasalahkan putusan Tatik tersebut. "Dia hanya mengutip pernyataan Prof. Romly saja tanpa mendatangkannya sebagai saksi," ujar Johnson.
Johnson juga menilai Tatik tidak berani memperluas makna Pasal 77 KUHAP seperti yang dilakukan hakim Sarpin Rizaldi. Dalam gugatan praperadilan Budi Gunawan, Sarpin menyatakan penetapan tersangka masuk dalam obyek praperadilan. "Ini namanya melanggar hak asasi," ujar Johnson.