Subsidi Partai Rp 1 Triliun, Pukat UGM: Itu Gila

Reporter

Editor

Bobby Chandra

Rabu, 11 Maret 2015 11:32 WIB

Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (ketiga dari kiri), Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hilmi Aminuddin (ketiga dari kanan), Presiden PKS Anis Matta (kedua dari kanan) berjabat tangan saat bertemu di Kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Sabtu (17/5). Kedatangan Prabowo tersebut untuk menandatangi kontrak politik. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar menilai dana Rp 1 triliun terlalu berlebihan untuk diberikan ke satu partai politik. Apalagi rencana itu tanpa penjelasan pembedaan besaran pemberian dana bagi partai dengan organisasi besar dan yang gurem. "Dana Rp 1 triliun itu gila," kata Zaenal di kampus UGM, Selasa, 10 Maret 2015.

Menurut Zaenal, peraturan mengenai sumber pendapatan partai selama ini memang terlalu mengekang sehingga memicu korupsi politik. Sumber pendapatan partai hanya berasal dari sumbangan luar dengan nilai terbatas, iuran anggota, dan kucuran anggaran negara sesuai perolehan suara. Akan tetapi, menurut Zaenal, menjawab masalah itu dengan memberi dana Rp 1 triliun secara sembarangan merupakan langkah gegabah.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mewacanakan dana penyelenggaraan partai politik sebesar Rp 1 triliun yang diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Bekas Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memperkirakan lewat subsidi Rp 1 triliun pemerintah dapat meminimalkan potensi korupsi lewat kader partai.

Zaenal mengatakan semestinya sebelum ada pengucuran anggaran dalam jumlah besar, sistem transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban keuangan partai harus terbangun kuat terlebih dulu. Partai wajib membuka pintu bagi audit keuangan oleh lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan. "Bodoh kalau negara kasih dana besar tanpa memberi tanggung jawab yang juga besar," kata Zaenal.

Pemberian dana jumbo dari negara juga perlu diimbangi dengan keterbukaan partai terhadap pengawasan dari publik. Bentuknya bisa berupa penerbitan laporan keuangan partai secara terbuka untuk umum. Dia khawatir pengurus partai bersikap pragmatis. Mereka mau menerima anggaran besar dari negara, tapi enggan menerapkan transparansi dan akuntabilitas standar tinggi. Alih-laih memperbaiki sistem kepartaian, kucuran dana itu malah memicu menjamurnya partai baru.

Pengucuran anggaran negara dalam jumlah besar juga bukan satu-satunya solusi mencegah korupsi politik lewat pembesaran sumber pendapatan bagi partai. Zaenal mencontohkan sejumlah negara memperbolehkan partai politik mencari pendapatan dengan berbisnis. "Batasannya, bisnis itu tidak boleh berkaitan dengan keuangan negara," kata dia.

Zaenal mengingatkan rencana mengucurkan dana besar tanpa membangun sistem pendukung akuntabilitas dan transparansi terlebih dahulu bisa berakibat fatal. "Pilih cara kreatif, jangan ujug-ujug kasih Rp 1 triliun. Itu namanya reaktif," ujar Zaenal. Cara ini, dia mengilustrasikan, sama dengan memberi kesempatan partai mendapat sumber halal, tapi di saat bersamaan membuka pintu mendulang pendapatan dari uang haram.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Berita terkait

Pendaftaran IPDN Dibuka, Apa Saja Syarat dan Berkas Administrasinya?

12 hari lalu

Pendaftaran IPDN Dibuka, Apa Saja Syarat dan Berkas Administrasinya?

Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau IPDN merupakan salah satu perguruan tinggi kedinasan yang banyak diminati selain STAN.

Baca Selengkapnya

Dukcapil DKI Jakarta Akan Nonaktifkan 92. 493 NIK Warga, Begini Cara Cek Status NIK Anda

15 hari lalu

Dukcapil DKI Jakarta Akan Nonaktifkan 92. 493 NIK Warga, Begini Cara Cek Status NIK Anda

Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta mengajukan penonaktifan terhadap 92.493 NIK warga Jakarta ke Kemendagri pekan ini

Baca Selengkapnya

Irjen Kemendagri Minta Pemda Lakukan Operasi Pasar

53 hari lalu

Irjen Kemendagri Minta Pemda Lakukan Operasi Pasar

Tomsi Tohir berpesan kepada pemda jangan sampai hingga mendekati perayaan Idulfitri, harga komoditas, khususnya beras, belum terkendali

Baca Selengkapnya

AHY Beri Penghargaan untuk Dirjen Dukcapil

59 hari lalu

AHY Beri Penghargaan untuk Dirjen Dukcapil

Ditjen Dukcapil menyediakan database kependudukan dalam aplikasi komputerisasi kegiatan pertanahan.

Baca Selengkapnya

Mendagri Ingatkan Peran Dukcapil Sangat Penting untuk Bangsa

28 Februari 2024

Mendagri Ingatkan Peran Dukcapil Sangat Penting untuk Bangsa

Data kependudukan sangat berguna untuk membuat analisis yang detil dalam perencanaan pembangunan

Baca Selengkapnya

Pemda Diminta Koordinasi dengan Bulog Bantu Salurkan Beras SPHP

26 Februari 2024

Pemda Diminta Koordinasi dengan Bulog Bantu Salurkan Beras SPHP

Penyaluran beras SPHP dimaksimalkan sebanyak 200 ribu ton per bulan untuk periode Januari-Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Korupsi IPDN, Eks Pejabat Kemendagri Dudy Jocom Dituntut 5 Tahun

22 Februari 2024

Korupsi IPDN, Eks Pejabat Kemendagri Dudy Jocom Dituntut 5 Tahun

Dudy Jocom dituntut 5 tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan tiga kampus IPDN di Riau, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan

Baca Selengkapnya

Stafsus Mendagri Hoiruddin Hasibuan Dikukuhkan Jadi Guru Besar Unissula

7 Februari 2024

Stafsus Mendagri Hoiruddin Hasibuan Dikukuhkan Jadi Guru Besar Unissula

Guru besar memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pengabdian kepada bangsa dan negara Indonesia

Baca Selengkapnya

Dana Partai Politik dari Negara Suaka Pajak

15 Januari 2024

Dana Partai Politik dari Negara Suaka Pajak

Sebagian dana partai politik terendus berasal dari perusahaan asing karena berdomisili di sejumlah negara suaka pajak

Baca Selengkapnya

Laporan Awal Dana Kampanye Partai Politik di DKI, Simak Besaran dan Distribusinya

14 Januari 2024

Laporan Awal Dana Kampanye Partai Politik di DKI, Simak Besaran dan Distribusinya

Sejumlah partai melaporkan dana kampanyenya Rp 0

Baca Selengkapnya