Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla saat akan konperensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, 18 Februari 2015. Presiden Jokowi mengeluarkan Kepres pemberhentian dua pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zaenal Arifin Mochtar mengingatkan wibawa Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa semakin merosot apabila kriminalisasi terus berlanjut. Dia mendesak Jokowi mengeluarkan tindakan sebagai penegas perintahnya. "Mana buktinya, kami menagih janji dia," kata Zaenal setelah seminar nasional "Kajian Strategi Nasional Penanggulangan Korupsi" di Grha Sabha Pramana UGM pada Selasa, 10 Maret 2015.
Saat ini, dia mencatat, masih ada 21 kasus yang diproses di Badan Reserse Kriminal Polri menyangkut mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta penyidik dan pegiat antikorupsi pendukungnya. Kasus-kasus, yang diduga oleh para aktivis antikorupsi berbau kriminalisasi itu, masih ditambah pelaporan Komnas HAM. "Kasus ini (konflik KPK-Polri) dibiarkan berlarut hampir dua bulan. Ongkos sosialnya sudah ketinggian," kata Zaenal.
Dia mengatakan wibawa Jokowi merosot karena selama dua bulan terakhir perintahnya seringkali tidak terealisasi. Pernyataan sejumlah pembantu presiden dan bahkan wakilnya ke media justru berseberangan dengan perintah itu.
Zaenal menilai ada keanehan di fenomena ini. Sebab di sistem presidensial, semestinya presiden memiliki kewenangan besar. "Tapi presiden beri perintah ke utara, pembantunya malah ke selatan," kata dia.
Dia mencontohkan itu terjadi sejak Jokowi memerintahkan penundaan pelantikan Budi Gunawan (BG) sebagai Kepala Polri. Dia mencatat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly justru pernah menyatakan semestinya pelantikan bisa dilakukan. Pekan kemarin, setelah Jokowi memerintahkan penghentian kriminalisasi, wakilnya Jusuf Kalla (JK) menyatakan kebalikannya, yakni penanganan kasus harus berlanjut. "Pernyataan Wapres itu fatal," kata Zaenal.
Dia heran para pembantu Jokowi bisa berani berbeda pendapat secara langsung dengannya. Pakar hukum tata negara itu menyimpulkan wibawa Jokowi jatuh sebab selama ini tidak tegas menyikapi pelemahan agenda pemberantasan korupsi. "Padahal kalau tegas, ada banyak (masalah) yang bisa selesai dengan cepat dan murah (tanpa ongkos sosial tinggi)," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno membantah ada perbedaan pendapat antara Jokowi dengan JK mengenai kriminalisasi. Menurut dia, sikap keduanya sama, tapi cara penyampaiannya berbeda. "Penjelasan Wapres sudah benar itu," kata Edhi saat berkunjung ke Fakultas Hukum UGM pada Senin, 9 Maret 2015.