Awak KM Gunung Dempo Diduga Penyelundup Satwa Langka
Editor
Endri Kurniawati
Senin, 2 Maret 2015 20:41 WIB
TEMPO.CO, Surabaya -Dugaan keterlibatan awak Kapal Motor Gunung Dempo dalam penyelundupan satwa dilindungi semakin menguat. Polisi yakin ada anak buah kapal yang mengetahui pemilik satwa-satwa itu. "Ada kemungkinan (keterlibatan) itu, minimal turut membantu," kata Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Pera Surabaya Ajun Komisaris Besar Arnapi kepada wartawan, Senin. 2 Maret 2015.
Apalagi beberapa satwa dilindungi yang ditemukan pada Kamis 26 Februari 2015 disimpan di dalam kamar mesin. Meski disembunyikan dengan cara dimasukkan ke dalam pipa paralon, polisi menduga ada awak kapal yang mengetahuinya. Saat penggerebekan, beberapa awak kapal sempat menghalang-halangi polisi masuk ke kamar mesin.
Di kapal itu, polisi menemukan 11 ekor Cenderawasih, 4 ekor Kakatua Raja atau Kakatua Hitam, 100 ekor tupai terbang, 4 ekor bayan hitam, 3 ekor bayan hijau, 5 ekor burung nuri kepala hitam, 30 ekor ular, 25 ekor biawak. Pada pemeriksaan kedua, polisi kembali menemukan 36 ekor Kakatua jambul kuning, 5 ekor Kakatua Raja yang 2 ekor di antaranya mati, dan seekor Nuri yang ditemukan sudah mati.
Polisi memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya M Halim, 19, karyawan PT PIDC dengan alamat Gedangan, Sidoarjo, Yugo Bryansah, 19, karyawan PT PIDC beralamat Jalan Bringin Surabaya, Indra Giri Rahmat, 29, Kepala Security KM Gunung Dempo alamat Banten, dan Sugiyono, 52, staf kamar mesin KM Gunung Dempo, alamat Jakarta Utara.
Dari keterangan para saksi diperoleh informasi bahwa satwa-satwa itu dititipkan kepada mualim dan kepala kamar mesin. "Tapi informasi itu masih akan kami dalami dengan memeriksa dua orang itu."
Pemeriksaan dijadwalkan Kamis 5 Maret 2015 setelah KM Gunung Dempo mengantar penumpang menuju Makassar. Apabila mereka tidak kooperatif dan tidak memenuhi panggilan dalam waktu 1x24 jam, polisi akan melayangkan panggilan kedua. Meski begitu, Arnapi belum berencana bekerjasama dengan kepolisian tempat mualim dan kepala kamar mesin itu tinggal. "Itu tergantung penyelidikan. Status mereka baru saksi, belum bisa dilakukan tindakan."
Ada kemungkinan, polisi akan memanggil PT Pelni sebagai pemilik kapal. Dalam penyelidikan soal satwa, polisi juga bekerjasama dengan Badan Konservasi Sumber Daya Alam. Menurut Arnapi, pemeriksaan kontinyu terhadap kapal-kapal asal Papua akan terus dilakukan. Ini untuk mencegah penyelundupan dan perdagangan satwa-satwa yang dilindungi.
Jika ditemukan indikasi pidana, para tersangka akan dijerat dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta.
AGITA SUKMA LISTYANTI