Ketua tim penyelidikan orang hilang Oktto Nur Abdullah bersama komisioner Komnas HAM Maneger Nasution (kiri), memberikan keterangan kepada wartawan terkait surat pernyataan penolakan pemanggilan dari Tim Penasehat Hukum Kivlan Zein, di Komnas HAM, Jakarta, 14 Juli 2014. Pemanggilan ini terkait pemeriksaan keberadaan 13 aktivis yang dihilangkan paksa pada 1998 lalu. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Sandra Moniaga meminta Presiden Joko Widodo memilih kepala Badan Intelijen Negara baru yang bersih.
Kata bersih yang Sandra maksud adalah terbebas dari dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
"Bahkan kepala BIN yang baru harus punya komitmen mendukung perlindungan HAM," kata Sandra dalam sebuah diskusi di kantornya, Jakarta, Senin, 23 Februari 2015.
Sandra mengingatkan Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia pada setiap orang yang hendak dijadikan pejabat negara.
Sebab sesuai standar negara penganut demokrasi, sudah seharusnya Indonesia mengedepankan perlindungan HAM.
Sementara itu, Direktur Setara Institute Hendardi mengatakan sampai saat ini ada tiga nama yang disebut-sebut bakal jadi calon kepala BIN.
Mereka adalah mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (purnawirawan) Fachrul Razi, mantan Wakil Kepala BIN As'ad Said Ali, dan mantan Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (purnawirawan) Sjafrie Sjamsoeddin.
"Pemerintah harus cari nama lain," kata dia. "Libatkan masyarakat memilih agar menemukan calon yang bersih."