Presiden Jokowi (kanan) menyantap soto bersama (kiri ke kanan) Ketum PDIP Megawati, Ketua Umum PPP hasil muktamar Surabaya M. Romahurmuziy, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella di Soto Gading, Solo, Jateng, 14 Februari 2015. ANTARA/HO/Andika Betha
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Tim Sembilan Jimly Asshiddiqie mengatakan masalah antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi tergolong rumit. Pemihakan Presiden Joko Widodo, kata Jimly, akan menentukan lancar-tidaknya masa kerja pemerintahannya. "Jokowi memilih dukungan populer dari rakyat atau elite politik," kata Jimly saat dihubungi pada Senin malam, 16 Februari 2015.
Menurut dia, dukungan populer dari rakyat dibutuhkan tiap lima tahun sekali. Sedangkan Jokowi memerlukan dukungan elite politik tiap hari untuk kelancaran kinerjanya, semisal dalam pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dukungan seperti ini, kata Jimly, bukan dari hasil blusukan desa ke desa.
"Jokowi memang didukung rakyat, tapi ia tak bisa mengabaikan elite politik," kata Jimly. "Kasihan Jokowi nantinya kalau harus mengabaikan kepentingan elite politik."
Menurut dia, timnya sudah membuat kajian ihwal calon Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Dalam analisis mereka, baik sidang praperadilan memenangkan atau tidak gugatan sangkaan terhadap bekas ajudan Megawati itu, Budi Gunawan laiknya mengundurkan diri sebagai calon Kapolri.
Namun Jimly menyadari Jokowi sudah mendapat berbagai masukan. Tim Sembilan, kata dia, adalah salah satu bagian kecil dari orang-orang yang memberikan pertimbangan. "Kita serahkan semuanya ke Jokowi," kata Jimly.
Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan atas Komisi Pemberantasan Korupsi. Budi menggugat keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Dalam sebuah wawancara dengan salah satu stasiun televisi swasta, Budi Gunawan mengatakan keluarnya vonis praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan otomatis membuat penyidikan di KPK menjadi tak sah. Dasarnya adalah putusan MK Nomor 65 Tanggal 1 Mei 2011 tentang Putusan Praperadilan Bersifat Final dan Mengikat.
"Secara yuridis, KPK tidak lagi mempunyai wewenang melakukan penyidikan terhadap saya," kata Budi di Istana Bogor. Namun Budi mengaku dia dan Jokowi tak menyinggung soal pelantikannya. Apa pun yang diputuskan Jokowi, kata Budi, harus dihargai. "Harus patuh untuk dilaksanakan.