Presiden Joko Widodo, didampingi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (keempat kiri), berbicara dengan kelompok tani saat kunjungan kerja di Desa Keras Wetan, Ngawi, Jatim, 31 Januari 2015. Jokowi serahkan bantuan 852 unit traktor dan 337 unit mesin pompa air pada petani, serta meninjau dam di Desa Legundi. ANTARA/Siswowidodo
TEMPO.CO,Yogyakarta - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan Presiden Joko Widodo semestinya berani keluar dari tekanan politik untuk tegas menghentikan berlarutnya konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. (Baca: Kampus Bergerak, Galang Dukungan Selamatkan Jokowi)
Menurut Zainal, puluhan akademikus sepakat tidak ada risiko besar, misalnya pemakzulan, kalau Jokowi bertindak cepat dan tegas. Para akademikus lintas kampus itu sebelumnya berdiskusi mengenai solusi penuntasan kisruh KPK versus Polri di Gedung Pusat UGM pada Ahad, 1 Februari 2015.
Zainal menyarankan Jokowi berani keluar dari tekanan politik partai ataupun kelompok lain di sekelilingnya. Langkah konkret Jokowi bisa berupa perintah penghentian kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. (Baca: Sindiran Pedas Tim 9 Jokowi buat Budi Gunawan)
Jokowi juga harus segera mengumumkan nama calon Kapolri baru yang tidak bermasalah dengan kasus korupsi. "Di forum tadi ada istilah, Jokowi mirip mobil baru dengan mesin lumayan, tapi rodanya terkunci," katanya.
Zainal menjelaskan, maksud istilah tersebut ialah Jokowi merupakan figur baru di pemerintahan yang semestinya mampu menuntaskan banyak masalah. Namun, karena menghadapi tekanan partai politik pendukungnya dan kepentingan sejumlah kelompok, kerjanya justru lamban. (Baca: Sidang Gugatan Budi Besok, Lonceng Kematian KPK?)
Pakar hukum tata negara ini menilai, semakin lama penuntasan konflik antara KPK dan Polri, masalah akan semakin bertambah kompleks. Dia mencontohkan masalah kosongnya kursi Kapolri saat ini, yang disiasati pemerintah dengan meminta Wakil Kapolri menjalankan pekerjaan Kapolri.
Akibat masalah itu, instansi ini tidak bisa menerbitkan keputusan penting. Sementara itu, satu per satu pimpinan KPK terus terancam kriminalisasi yang ujungnya bisa melumpuhkan lembaga antirasuah tersebut.