Pengunjung pemutaran film dokumenter "Senyap" tampak kecewa setelah acara tersebut dibubarkan di Warung Kelir, Malang, 10 Desember 2014. TEMPO/Abdi Purmono
Sedangkan, Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Islam Indonesia (UII), Eko Riyadi mengingatkan, di beberapa kawasan, ketegasan polisi terhadap kelompok intoleran biasa muncul ketika ada dukungan besar dari pemerintah daerah.
Eko mencontohkan, keberanian Polda Metro Jaya terhadap pelaku kekerasan dari massa Front Pembela Islam (FPI) bisa muncul karena ada legitimasi berupa dukungan dari Ahok. "Di Wonosobo, karena bupatinya beres dan tegas, minoritas Ahmadiyah dan Syiah terlindungi meski banyak ancaman," kata dia.
Apabila ancaman pada pemutaran film "Senyap" di Yogyakarta terus bermunculan, Eko punya saran khusus. Semua penyelenggara yang merasa terancam meminta izin menggelar acara serupa di Markas Polda DIY. "Untuk jawab alasan polisi yang selama ini menyatakan tidak sanggup mengamankan acara di banyak tempat," kata Eko.
Menurut dia pembiaran pada kasus-kasus intoleran di DIY selama ini memprihatinkan. Eko menganggap sikap pasif kepolisian terhadap kelompok intoleran di DIY selama ini sulit diterima oleh logika. "Kalau kasus seperti itu terus terjadi, patut diduga negara terlibat sebagai pelaku," kata dia.