Sejumlah aktivis pemberantasan Korupsi melakukan aksi dukungan kepada KPK, di Jakarta (4/4). Aksi tersebut mendesak Pemerintah untuk menarik pembahasan RUU KUHP dan KUHAP dari DPR dan menghentikan atau melawan setiap upaya pelemahan pemberantasan Korupsi, dalam hal ini terhadap KPK melalui RUU KUHP dan KUHAP. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO,Jakarta - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diterjemahkan dari bahasa Belanda telah menjadi payung hukum Indonesia sejak zaman penjajahan. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini menjadi prioritas dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun depan untuk memutakhirkan payung hukum nasional.
"RUU hukum pidana jadi prioritas Kementerian tahun depan karena KUHP sekarang adalah peninggalan zaman Belanda yang perlu pembaruan," kata Wicipto Setiadi, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ketika ditemui di ruangannya pada Jumat, 21 November 2014. (Baca: PPATK: Pasal Cuci Uang RUU KUHP Membingungkan )
Menurut Wicipto, pembaruan KUHP ini sudah menjadi prioritas sejak lama, namun tidak selesai dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat periode lalu. Undang-undang dengan jumlah pasal terbanyak--lebih dari 600 pasal--itu terpaksa harus dibahas kembali dari awal oleh anggota DPR periode 2014-2019 karena sistem DPR tidak mengenal warisan.
KUHP, kata Wicipto, hanya beberapa kali direvisi sejak diterjemahkan ratusan tahun lalu. "Bahkan di Belanda sendiri sekarang sudah tidak pakai hukum itu lagi." (Baca: Busyro Minta Kampus Kritik RUU KUHP dan KUHAP)
Akibatnya, banyak tindak kejahatan yang tidak tercantum di dalam KUHP, sehingga harus dibuat undang-undang tersendiri. Misalnya, tindak pidana korupsi dan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. "Kalau UU hukum pidana ini jadi, sifatnya akan komprehensif dan mencakup semua tindak pidana," tutur Wicipto.
Wicipto menyangkal jika KUHP yang baru disebut akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi oleh KPK. Menurut Wicipto, beleid itu akan menjadi lex generali alias aturan umum yang bisa dilengkapi dengan aturan yang lebih khusus, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. (Baca: KUHP, Pemerintah Tetap Tak Penuhi Permintaan KPK )