Di antara 650 tentara pasukan TNI AD yang akan diberangkatkan, terdapat beberapa tentara perempuan saat apel pelepasan di Markas Batalyon Infanteri 403 Wirasada Pratista, Sleman (27/5). TEMPO/Suryo Wibowo.
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya mengatakan TNI sudah lama mengadakan tes keperawanan bagi calon anggota TNI Angkatan Darat. "Sejak saya mengikuti tes pada 1976 sudah ada," kata Fuad kepada Tempo, Kamis, 20 November 2014. (Baca: Cerita Tes Keperawanan yang Bikin Polwan Pingsan)
Menurut Fuad, tes tersebut sudah menjadi kebijakan TNI AD dalam menyeleksi calon anggota TNI. "Memang dari dulu sudah seperti itu. Tes keperawanan masuk dalam tes kesehatan," ujarnya. (Baca: PKS: Tes Keperawanan Polwan untuk Jaga Moral)
Selain TNI AD, Kepolisian RI juga mewajibkan tes keperawanan dalam seleksi calon polisi. Tes ini tercantum dalam Pasal 36 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Anggota Kepolisian. (Baca: Kompolnas: Bukan Keperawanannya, Tapi Kinerjanya)
Dalam peraturan tersebut, calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetrics (rahim) dan gynaecology (genitalia). Namun belakangan, Kepala Polri membantah ada tes keperawanan terhadap calon polwan. (Baca: Ini Cara Mabes Polri Tes Keperjakaan Calon Polisi)
Lembaga swadaya masyarakat pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch, menganggap tes keperawanan bertentangan dengan peraturan soal seleksi yang harus nondiskriminasi dan humanis. Tes ini dinilai melanggar hak asasi internasional tentang kesetaraan, nondiskriminasi, dan pribadi. Pemaksaan terhadap tes ini merupakan suatu kekejaman, tak manusiawi, serta merendahkan martabat perempuan di mata hukum internasional. (Baca: Tes Keperawanan Polwan Bikin Heboh Polri)
Peneliti BRIN Sarah Nuraini Siregar menanggapi potensi kecemburuan di internal polisi akibat revisi UU Polri yang dapat memperpanjang masa jabatan aparat penegak hukum tersebut.