Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP), Jimly Asshiddiqie (tengah) memimpin sidang putusan terkait kode etik penyelanggara pemilu yang dilaporkan oleh Prabowo-Hatta Rajasa, di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, 21 Agustus s2014. DKKP memutuskan bahwa KPU dan Bawaslu tidak terbukti melakukan pelanggaran. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jimly Asshiddiqie, menyayangkan konflik yang terjadi antara Koalisi Pro Prabowo dan Koalisi Pro Jokowi, khususnya yang terjadi di DPR akhir-akhir ini.
Menurut Jimly, gejala divided government biasa terjadi dalam sistem presidensil di seluruh dunia, seperti yang terjadi di Amerika Serikat selama 2,5 abad. Namun, perekonomian mereka tetap maju. (Baca; Jokowi Ajak DPR Jaga Persatuan)
"Tapi jika pengelompokan struktural ini terus dipelihara, akan memberi dampak buruk bagi pendidikan masyarakat," kata Jimly dalam rilis yang diterima Tempo, Kamis malam, 31 Oktober 2014.
DKPP, kata Jimly, sebenarnya hanya mengurusi persoalan etika dan integritas penyelenggaraan pemilu. "Tapi melihat kelanjutan hasil pemilu sekarang, ini juga menjadi tanggung jawab kami." (Baca; Tokoh-tokoh Koalisi Bertemu, DPR Tetap Ricuh )
Hal yang menjadi sorotan mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini adalah terbentuknya Pimpinan DPR tandingan oleh Koalisi Pro Jokowi pada Rabu, 29 Oktober 2014, lantaran kecewa dengan sikap koalisi Prabowo yang menguasai seluruh alat kelengkapan legislatif.
Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat, Victor Laiskodat, mengatakan pimpinan DPR tandingan dibentuk sebagai bentuk mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang menunjukkan upaya menjegal dan menghambat pemerintahan Jokowi.