Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani di halaman Istana Merdeka, Jakarta, 26 Oktober 2014. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, mengatakan program Kartu Indonesia Sehat tidak sama dengan BPJS.
"Berbeda dengan kemungkinan BPJS akan dilebur menjadi KIS," kata Puan di Kantor Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Jakarta Pusat, Kamis, 30 Oktober 2014. (Baca: Anies Serahkan Hasil Tim Transisi ke Puan)
Akan tetapi, proses peleburan tersebut masih harus didiskusikan dengan Kementerian Kesehatan. "Didiskusikan apabila jadi akan seperti apa nantinya," ujar Puan. Ini dilakukan agar tidak membingungkan masyarakat dan pengelola.
Untuk masyarakat yang akan menerima KIS adalah mereka yang berasal dari keluarga prasejahtera. "Diperkirakan sekitar 86,4 juta jiwa yang akan menerima KIS periode 2014-2015," kata Puan.
"Diharapkan untuk tahun selanjutnya akan bertambah," ujar Puan. Penambahan penerima KIS atau KIP ditujukan agar tujuan nawacita yang tertuang dalam visi dan misi presiden dan wakil presiden dapat terwujud.
"Karena presiden mau semua masyarakat hidup sehat dan anak-anak dapat menikmati pendidikan gratis," kata dia. Apalagi, target 2015 adalah pemerintah akan memberikan wajib belajar 12 tahun secara gratis.
Pada umumnya para politikus, masyarakat, dan media massa beranggapan bahwa masalah kesehatan di negeri ini adalah masalah sulitnya orang miskin mendapatkan pelayanan pengobatan ketika sakit. Karena itu, konsep penyelesaiannya adalah menambah rumah sakit, puskesmas (balai pengobatan), penyediaan dokter, dan skema pembiayaan kesehatan bagi orang miskin. Joko Widodo mungkin pernah berhasil dengan program Kartu Sehat di Kota Solo dan beranggapan bahwa cara itu juga akan berhasil diterapkan di seluruh Indonesia. Untuk itu, dia mengajukan konsep Kartu Indonesia Sehat (KIS). Tapi Indonesia bukanlah Solo atau Jakarta, yang mempunyai sarana pelayanan pengobatan yang cukup dan sarana transportasi serta komunikasi yang sudah baik.