Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto bersama Ketum PAN Hatta Rajasa menghadiri upacara pelepasan jenazah Ketum Partai Gerindra, Suhardi di kantor DPP Gerindra, Ragunan, Jakarta, 29 Agustus 2014. Almarhum meninggal karena sakit kanker paru-paru stadium 4 di Rumah Sakit Pusat Pertamina. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menyebut pesta rakyat yang diselenggarakan seusai pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla di Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan ekspresi kegembiraan politik.
"Pesta itu jadi cerminan prinsip Jokowi yang menyebut politik harus berisi dengan kegembiraan, bukan dengan kekerasan," kata Hamdi saat dihubungi Tempo, Kamis, 16 Oktober 2014. (Baca: Hampir 25 Ribu Polisi Amankan Pelantikan Jokowi)
Menurut Hamdi, pesta itu juga patut diapresiasi dan didukung. Sebab, pertama kali masyarakat berpartisipasi dalam hajatan politik dalam rangka menyambut pemerintahan baru. Apalagi, kata Hamdi, seluruh sumber daya untuk menggelar pesta itu berasal dari rakyat. "Pesta rakyat sah-sah saja digelar, tapi masalah keamanan juga harus dipastikan."
Hamdi juga menyebut kegembiraan politik seharusnya tidak hanya milik rakyat saja. Namun, elite politik juga harus larut dalam kegembiraan tersebut. Cara yang paling mudah bagi elite politik, Hamdi menyarankan, ialah bersedia datang saat pelantikan presiden dan wakil presiden di gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat. (Baca: Jokowi Boyong 60 Orang Keluarganya ke Pelantikan)
Hal yang sama, kata Hamdi, juga berlaku bagi Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya. Prabowo, kata Hamdi, harus datang ke pelantikan presiden sebagai bukti sikap negarawan yang dimiliki mantan Komandan Jenderal Kopassus itu. "Selayaknya Prabowo datang karena dia juga bertindak sebagai ketua umum partai selain kontestan pada pemilu presiden lalu.