MK Kabulkan Gugatan Soal Keterwakilan Perempuan

Reporter

Senin, 29 September 2014 21:25 WIB

Ketua MK Hamdan Zoelva, memutus sidang pembacaan putusan permohonan terhadap uji materi UU MD3, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 29 September 2014. MK putuskan menolak permohonan uji materi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD yang diajukan oleh Khofifah Indar Parawansa dan Rieke Diah Pitaloka. Mahkamah berpendapat unsur keterwakilan perempuan dalam kedudukan dan pemilihan ketua DPR dan pimpinan alat kelengkapan Dewan lainnya memang harus tercantum dalam setiap pasal dalam undang-undang tersebut.

"Amar putusan mengadili dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dalam persidangan, Senin, 29 September 2014. (Baca: MK Tolak Gugatan Uji Materi UU MD3)

Beberapa pasal yang dikabulkan Mahkamah, antara lain Pasal 97 ayat (2), Pasal 104 ayat (2), Pasal 109 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 152 ayat (2), dan Pasal 158 ayat (2). Pasal-pasal itu mengatur mengenai mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan Dewan.

Dalam setiap pasal pada UU MD3 itu, Mahkamah menilai akan bertentangan dengan UUD 45 jika tidak dimaknai adanya keterwakilan perempuan menurut jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Artinya, unsur keterwakilan perempuan harus dimaknai dalam setiap pasal dalam UU MD3 itu meski sudah diatur dalam tata tertib DPR.

Pada pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan bahwa keterwakilan perempuan dalam menduduki posisi pimpinan alat kelengkapan DPR merupakan bentuk perlakuan khusus terhadap perempuan yang dijamin oleh konstitusi. Dan harus diwujudkan secara konkret dalam kebijakan hukum yang diambil oleh pembentuk undang-undang.

Wahiduddin dalam pertimbangannya menyatakan penghapusan politik hukum keutamaan gender pada UU MD3 telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kaum perempuan. Apalagi, kata Wahiduddin, dalam UU MD3 sebelumnya politik afirmatif perempuan telah diakomodasi sebagai norma hukum, sedangkan dalam UU MD3 yang baru malah dihapus.


Sehingga menurut Mahkamah kebijakan yang demikian adalah kebijakan yang melanggar prinsip kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian permohonan para pemohon beralasan menurut hukum. Sedangkan gugatan yang tidak dikabulkan oleh Mahkamah adalah hanya mengenai penggunaan frasa di setiap pasal permohonannya itu.

REZA ADITYA

Terpopuler:
Koalisi Prabowo Usulkan Pilpres oleh MPR Lagi
5 Argumen DPR Soal Pilkada DPRD yang Terbantahkan
Senin, WNI di New York Akan Demo RUU Pilkada

Berita terkait

Hakim MK Saldi Isra Cecar Bawaslu Soal Tanda Tangan Pemilih di Bangkalan yang Mirip

14 jam lalu

Hakim MK Saldi Isra Cecar Bawaslu Soal Tanda Tangan Pemilih di Bangkalan yang Mirip

Hakim MK Saldi Isra menyoroti tanda tangan pemilih pada daftar hadir TPS di Desa Durin Timur, Kecamatan Konang, Bangkalan yang memiliki kemiripan bentuk.

Baca Selengkapnya

Hakim Saldi Isra Guyon Soal Kekalahan Tim Bulu Tangkis Indonesia di Sidang Sengketa Pileg

17 jam lalu

Hakim Saldi Isra Guyon Soal Kekalahan Tim Bulu Tangkis Indonesia di Sidang Sengketa Pileg

Hakim MK Saldi Isra, melemparkan guyonan alias candaan mengenai Tim Bulu Tangkis Indonesia di Piala Thomas dan Uber 2024 dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Kala Sistem Noken dalam Pileg 2024 di Papua Tengah Dirundung Masalah

18 jam lalu

Kala Sistem Noken dalam Pileg 2024 di Papua Tengah Dirundung Masalah

Hakim MK kembali menegur KPU RI karena tidak membawa bukti berupa hasil noken atau formulir C Hasil Ikat Papua Tengah.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Tegur KPU karena Tak Bawa Hasil Noken di Sidang Sengketa Pileg Papua Tengah

18 jam lalu

Hakim MK Tegur KPU karena Tak Bawa Hasil Noken di Sidang Sengketa Pileg Papua Tengah

Hakim MK Enny Nurbaningsih menegur KPU RI karena tidak membawa bukti berupa hasil noken atau formulir C Hasil Ikat Papua Tengah.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Tegur Anggota Bawaslu Papua Tengah yang Datang Terlambat di Sidang Sengketa Pileg

19 jam lalu

Hakim MK Tegur Anggota Bawaslu Papua Tengah yang Datang Terlambat di Sidang Sengketa Pileg

Hakim MK Arief Hidayat menegur anggota Bawaslu Papua Tengah yang datang terlambat dalam sidang sengketa Pileg 2024 di panel 3, hari ini

Baca Selengkapnya

Hari Ini MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 55 Perkara

22 jam lalu

Hari Ini MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 55 Perkara

MK kembali menggelar sidang sengketa Pemohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum hasil Pemilihan Legislatif 2024, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

1 hari lalu

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

2 hari lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

2 hari lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

2 hari lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya