Dilema Setelah RUU Pilkada Diketok  

Reporter

Editor

Budi Riza

Jumat, 26 September 2014 08:43 WIB

Anggota dewan memprotes pimpinan sidang saat rapat paripurna dengan agenda pembahasan pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 25 September 2014. ANTARA/Ismar Patrizki

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik, Ari Dwipayana, mengatakan ada kondisi dilematis seusai pengesahan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Undang-undang ini mengatur bahwa pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Ari menuturkan, untuk membatalkan UU ini, pihak yang tidak setuju harus mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. "Masalahnya, satu hakim secara terbuka mendukung pemilihan lewat Dewan," kata Ari ketika dihubungi, Jumat, 26 September 2014.

Hakim yang dimaksud adalah Patrialis Akbar. Di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta, Patrialis secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap pemilihan kepala daerah oleh DPRD. (Baca: RUU Pilkada Sah, Ridwan Kamil: Semoga Tuhan Bersama Kita)

Menurut Ari, pernyataan Patrialis tersebut mengesankan hakim Mahkamah tidak netral. Akibatnya, keputusan yang diambil hakim mudah terpengaruh oleh konstelasi politik.

Karena itu, masyarakat harus mengawal ekstra ketat gugatan tersebut. "Agar tidak ada lobi politik," kata Ari. Apalagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga terkesan mendukung pemilihan oleh DPRD. (Baca: RUU Pilkada, Risma Pasrah kepada Tuhan)

Pemerintah Joko Widodo, Ari meneruskan, juga tidak bisa berbuat apa-apa. Usul penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) pasti akan langsung dimentahkan.

Ari mengatakan, untuk menerbitkan perppu, pemerintah harus dihadapkan pada kondisi genting dan sangat mendesak, seperti pembatalan sebuah undang-undang. Kondisi semacam ini tidak terpenuhi dalam kasus UU Pilkada. (Baca: Walkout Paripurna RUU Pilkada, Demokrat Pengecut)

Ari melanjutkan, Jokowi bisa saja mengajukan undang-undang inisiatif pemerintah untuk menganulir UU Pilkada. "Tapi pasti langsung mental karena peta politik di Dewan lebih kuat di kubu oposisi," ujarnya.

SYAILENDRA

Berita Terpopuler
:
'Jangan Ada Pemberlakuan Jilbab untuk Non-Muslim'
Parkir Meter, DKI Raup Rp 120 miliar Setahun
Dolmen Ditemukan di Semak-semak Gunung Padang
RUU Pilkada, Kubu Jokowi Merasa Dibohongi Demokrat
Era Pilkada Langsung Akhirnya Tamat

Berita terkait

Prabowo Ingatkan agar Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS dan PPP Bilang Begini

7 jam lalu

Prabowo Ingatkan agar Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS dan PPP Bilang Begini

PPP menyinggung pengalaman Prabowo di luar pemerintahan sebagai oposisi selama 10 tahun.

Baca Selengkapnya

Draft RUU Penyiaran Larang Penayangan Konten Eksklusif Jurnalisme Investigasi, AJI Sebut Upaya Membungkam Pers

13 jam lalu

Draft RUU Penyiaran Larang Penayangan Konten Eksklusif Jurnalisme Investigasi, AJI Sebut Upaya Membungkam Pers

Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardhana, meminta agar DPR menghapus pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran tersebut.

Baca Selengkapnya

KIP Kuliah Jalur Aspirasi Anggota DPR Dinilai Tak Tepat, Stafsus Presiden Sarankan Ini

16 jam lalu

KIP Kuliah Jalur Aspirasi Anggota DPR Dinilai Tak Tepat, Stafsus Presiden Sarankan Ini

Stafsus Presiden Billy Mambrasar menyarankan sejumlah hal ini guna perbaikan tata kelola KIP Kuliah jalur aspirasi anggota DPR.

Baca Selengkapnya

Stafsus Presiden Minta Hentikan Program KIP Kuliah Jalur Aspirasi Anggota DPR

18 jam lalu

Stafsus Presiden Minta Hentikan Program KIP Kuliah Jalur Aspirasi Anggota DPR

Menurut Billy Mambrasar, DPR sebagai lembaga legislatif seharusnya tidak boleh mengeksekusi program KIP Kuliah.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Sebut Prabowo Sudah Ikut Diskusi untuk RAPBN 2025

18 jam lalu

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Sebut Prabowo Sudah Ikut Diskusi untuk RAPBN 2025

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, menyebut Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah dilibatkan dalam diskusi untuk RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Billy Mambrasar: KIP Kuliah Digunakan Anggota DPR untuk Kepentingan Elektabilitas

19 jam lalu

Billy Mambrasar: KIP Kuliah Digunakan Anggota DPR untuk Kepentingan Elektabilitas

Stafsus Presiden Billy Mambrasar mengungkap soal KIP Kuliah jalur aspirasi yang diduga digunakan oleh anggota DPR untuk kepentingan elektabilitas.

Baca Selengkapnya

Penjelasan KPU soal Caleg Terpilih Pemilu 2024 Tak Wajib Mundur Jika Maju Pilkada

1 hari lalu

Penjelasan KPU soal Caleg Terpilih Pemilu 2024 Tak Wajib Mundur Jika Maju Pilkada

Ketua KPU Hasyim Asy'ari menjelaskan mengenai caleg terpilih Pemilu 2024 yang ingin ikut Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, DPR Sebut Jumlah Kursi Menteri Bisa Bertambah atau Berkurang

1 hari lalu

RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, DPR Sebut Jumlah Kursi Menteri Bisa Bertambah atau Berkurang

Politikus PDIP mengingatkan agar penambahan nomenklatur kementerian tidak sekadar untuk mengakomodasi kepentingan politik.

Baca Selengkapnya

Riza Patria Minta Maaf Kursi DPR Gerindra Berkurang Lima di Jakarta

1 hari lalu

Riza Patria Minta Maaf Kursi DPR Gerindra Berkurang Lima di Jakarta

Kursi anggota DPR Gerindra Jakarta berkurang dari 19 menjadi 14 kursi.

Baca Selengkapnya

KPU: Anggota DPR, DPRD dan DPD Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024

2 hari lalu

KPU: Anggota DPR, DPRD dan DPD Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024

KPU menjelaskan mengenai ketentuan anggota dewan yang ingin ikut pilkada 2024.

Baca Selengkapnya