Presiden terpilih Jokowi (kanan) didampingi Kepala Staf Kantor Transisi Jokowi - JK, Rini Soewandi (kiri) di Kantor Transisi Jokowi - JK di Menteng, Jakarta Pusat, 4 Agustus 2014. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO,Jakarta -Pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo kelak tetap akan menghapus subsidi solar untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak yang mencapai Rp 553 triliun, seperti yang dilakukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Akan ada reformasi produksi BBM dari hulu hingga hilir,” kata Wakil Sekretaris Jendral Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristianto di markas PDI Perjuangan, Ahad, 17 Agustus 2014. (Baca: Pencitraan, Jokowi-JK Tak Berani Hapus Subsidi BBM)
Jokowi, menurut Hasto, akan menegakkan kembali Pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang berbunyi "bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat". “Kita juga akan memperketat kerja sama sharing dengan perusahaan kontraktor minyak yang menggunakan kilang minyak Indonesia,” kata Hasto, “Langkah itu dapat menghemat distribusi secara drastis.” (Baca: SBY dan Presiden Baru Diminta Bahas Subsidi BBM)
Langkah yang tak kalah penting, kata Hasto, adalah menindak tegas segelintir kelompok yang kerap menggunakan minyak negara untuk memperkaya diri. Langkah ini juga dipercaya bisa mendorong terciptanya efisiensi produksi dan distribusi migas.
Hasto menyayangkan pemberian subsidi oleh pemerintahan SBY tidak disertai dengan perbaikan sistem produksi dan distribusi migas. “Akibatnya, APBN terjerat dirinya sendiri dengan beban subsidi,” katanya. (Baca juga: Kuota BBM Bersubsidi 2015 Ditambah 2 Juta Kiloliter)
Pengurangan subsidi, Hasto menjelaskan, dilakukan agar tercipta postur APBN yang ideal. Nantinya, dana anggaran subsidi tersebut bisa dialihkan ke sektor-sektor yang lebih membutuhkan.