Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin (tengah) mengumumkan penetapan satu Syawal 1435 H usai menggelar sidang Itsbat 1 Syawal 1435 H di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, 27 Juli 2014. Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1435 H pada 28 Juli 2014. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berkomitmen akan menyelesaikan perbedaan definisi hilal sebelum lengser. Harapannya, agar tak ada lagi perbedaan soal penentuan awal Ramadan dan Lebaran.
"Saya punya keinginan menyelesaikan ini sebelum pergantian pemerintahan," ujar Lukman ketika dihubungi Tempo, Rabu, 30 Juli 2014. (Baca: Menteri Agama Ingin Samakan Definisi Hilal)
Menurut Lukman, sebelum sidang isbat penetapan 1 Ramadan, lembaganya telah mengadakan sarasehan dengan mengundang berbagai organisasi masyarakat, Majelis Ulama Indonesia, dan ahli astronomi untuk membahas masalah tersebut. "Hasilnya, kami akan mencari waktu yang pas bagi semua untuk menyamakan definisi hilal."
Lukman ngotot definisi hilal harus disamakan sebelum masa pemerintahannya berakhir agar bisa dijadikan landasan penentuan hilal pada masa berikutnya. Selama ini memang terjadi perbedaan definisi posisi hilal, sehingga penetapan awal Ramadan dan Syawal sering kali berbeda oleh beberapa ormas Islam. "Perbedaan yang terjadi karena ada beberapa pandangan dalam menentukan posisi hilal," tutur Lukman.
Satu pandangan mengatakan posisi hilal harus di atas 2 derajat dan dipastikan keberadaanya dengan penglihatan langsung. Namun pandangan yang digunakan Muhammadiyah mengatakan Ramadan bisa dimulai jika posisi hilal sudah di atas 0 derajat. "Yang jadi masalah ketika posisi hilal di atas 0 derajat tapi di bawah 2 derajat, akan timbul perbedaan," ujarnya.
Saat ini Indonesia menganut cara yang berbeda dengan negara lain dalam melihat hilal, yakni penggabungan antara rukyah dan hisab. Rukyah membuat Indonesia menetapkan 1 Syawal tak hanya berdasarkan wujud hilal, tapi juga memakai kriteria minimum hilal sudah berada pada posisi minimal 2 derajat.