Terdakwa Susi Tur Andayani jalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi Akil Mochtar dan Atut Chosiyah di Pengadilan Tipikor, Jakarta (24/4). Susi diduga terlibat dalam suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus perkara dugaan suap penanganan sengketa pemilihan kepala daerah Lebak dan Lampung Selatan di Mahkamah Konstitusi, Susi Tur Andayani, divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Susi Tur Andayani alias Susi dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 150 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti kurungan 3 bulan," kata hakim ketua Gosen Butarbutar saat membacakan putusan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 23 Juni 2014.
Hakim menilai Susi terbukti menjadi perantara suap kepada bekas Ketua MK Akil Mochtar untuk mempengaruhi putusan perkara pilkada. Dalam putusannya, hakim memberikan pertimbangan memberatkan dan meringankan bagi Susi. (Baca: Dua Terdakwa Penyuap Akil Divonis Hari Ini)
Majelis hakim menilai ada sejumlah hal yang memberatkan terdakwa. Pertama, Susi merupakan praktisi hukum atau advokat yang seharusnya dalam menjalankan profesinya memegang prinsip advokat. Perbuatan ini dianggap hakim menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi, menurun.
Selanjutnya perbuatan terdakwa dapat merusak nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah. Lalu perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. (Baca: Adik Atut Siap Hadapi Vonis Hari Ini)
Sedangkan hal-hal yang meringankan bagi Susi adalah terdakwa oleh hakim dinilai telah berterus terang mengakui perbuatannya. Ia pun dianggap bersikap sopan selama dalam persidangan. Selain itu, terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa juga menyesali perbuatannya dan memiliki tanggungan keluarga.
Dalam tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, perbuatan Susi dianggap terbukti memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Susi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kesatu dan kedua. "Membebaskan terdakwa karena itu dari dakwaan kesatu dan kedua tersebut," ujar Gosen.
Namun majelis hakim menyatakan Susi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 6 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kesatu dan Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dalam dakwaan kedua.
Hakim MK Saldi Isra Cecar Bawaslu Soal Tanda Tangan Pemilih di Bangkalan yang Mirip
15 jam lalu
Hakim MK Saldi Isra Cecar Bawaslu Soal Tanda Tangan Pemilih di Bangkalan yang Mirip
Hakim MK Saldi Isra menyoroti tanda tangan pemilih pada daftar hadir TPS di Desa Durin Timur, Kecamatan Konang, Bangkalan yang memiliki kemiripan bentuk.
Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah
1 hari lalu
Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah
Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.