Nelayan melintas di kawasan pantai Sipelot yang terletak di desa Pujiharjo, Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (27/4). Pantai ini membentang sepanjang lebih kurang 1,5 km. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah nelayan di Kelurahan Fatubesi, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam sebulan terakhir ini tak bisa melaut. Sebab, mereka kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
“Kami kesulitan mendapatkan BBM sejak awal Mei 2014. Kami juga minta agar diberikan BBM bersubsidi jenis solar,” kata kordinator nelayan, John Mamo, kepada wartawan, Selasa, 27 Mei 2014.
Ratusan nelayan yang berlabuh di Tempat Penampungan Ikan (TPI) Oeba, Kota Kupang, mengeluhkan ketersediaan BBM bagi nelayan yang terbatas dan semakin menipis.
Perwakilan nelayan Jabir Marola meminta agar Pertamina mengizinkan para nelayan untuk membeli BBM jenis solar di SPBU. Sebab, persediaan BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Mina Raja semakin menipis.
Ia mengakui bahwa selama ini nelayan membeli BBM di SPBU menggunakan jeriken untuk memenuhi kebutuhan BBM. “Kami tahu itu menyalahi aturan, tapi kami juga harus hidup,” katanya.
Pertamina dan SPBN sejak 2011 lalu bekerja sama untuk melayani kebutuhan BBM nelayan di TPI Oeba. Namun, nelayan meminta agar aturan itu direvisi kembali karena dianggap tidak sesuai. "Nelayan di TPI Oeba semakin banyak, sedangkan stok BBM tidak bertambah," katanya.
Kadis Perikanan dan Kelautan Kota Kupang Tomas Ga mengaku kuota BBM bagi nelayan di SPBN tidak pernah bertambah sejak tiga tahun terakhir karena harus mendapatkan keputusan dari Petamina Pusat di Surabaya. “Pertamina NTT hanya melakukan pemasaran sehingga tidak bisa memutuskan,” katanya.
Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih
10 hari lalu
Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik yang memuat hulu-hilir pengelolaan pemanfaatan BBL.