TEMPO Interaktif, Jakarta:Sony Keraff, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencurigai adanya upaya akal-akalan yang dilakukan PT Asia Pacific Eco Lestari terkait gagalnya usaha pemerintah untuk mengembalikan limbah B3 ke negara asalnya, Singapura, Jumat lalu (11/3). Ia menuntut pemerintah untuk segera menjalankan proses hukum terhadap perusahaan pengimpor limbah tersebut. "Keputusan reekspor terlalu cepat," ujarnya kepada Tempo hari ini, Senin (14/3).Sony mencurigai cepatnya keputusan ini hanya bagian upaya PT APEL untuk sesegera mungkin menyelesaikan masalah limbah B3 tersebut dengan pemerintah Indonesia. "Padahal Singapura sendiri masih menolak barang itu dikatakan limbah,"katanya. Pihak Bea dan Cukai Tanjungbalai Karimun telah menangkap tongkang Melati 210 yang sedianya menuju perairan Singapura dengan tujuan melakukan reekspor limbah B3. Kapal ini ditangkap setelah diketahui berbelok kembali menuju perairan Indonesia. Belum diperoleh keterangan utuh tidaknya muatan limbah B3 pada kapal tersebut. Sony menyatakan, sebelumnya sudah menduga akan adanya penolakan dari Singapura. Karena Kedutaan Besar Singapura yang bertemu dengannya dalam sebuah pertemuan beberapa waktu lalu menyatakan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana reekspor ini. Menurut Sony, dalam peraturan konvensi Basel sebenarnya menyebutkan kewajiban bagi negara pengirim untuk bersedia menerima kembali limbahnya bila negara penerima menetapkan kategori limbah B3 untuk barang tersebut. Hukum yang digunakan mengacu pada hukum negara penerima. Namun demikian, menurut Sony, bila terjadi perselisihan antara negara penerima dan negara asal, harus diselesaikan melalui sekretariat konvensi Basel. "Mereka masih berketetapan untuk menyelesaikan perselisihan ini melalui sekretariat konvensi Basel. Jadi tidak mungkin mau terima,"ujarnya. Beranjak dari itu Sony tak heran bila dalam dokumen tujuan pengiriman barang kapal Melati 210 itu tidak dilengkapi dengan nama pelabuhan tujuan di Singapura. Terkait dengan permasalahan ini, DPR akan mendesak pemerintah untuk segera menjalankan proses hukum pada PT APEL selaku pengimpor limbah tersebut. "Karena, selama ini mereka tidak menunjukkan niat baik untuk menyelesaikan masalah,"kata Sony. Adanya tindakan hukum, sekaligus menjadi gambaran bagi berbagai pihak yang melakukan hal serupa. Disamping itu, untuk melakukan tekanan pada para pejabat yang duduk di berbagai pemerintah daerah untuk tidak gampang menerima tawaran pembuangan limbah B3 dengan iming-iming sejumlah uang dalam nominal besar. DPR juga akan mengirim surat langsung kepada presiden yang meminta untuk memimpin langsung penindakan terhadap kasus-kasus lingkungan besar yang terjadi. Alasannya? "Untuk memberi daya tekan kepada pejabat baik pusat maupun daerah yang melakukan pelanggaran lingkungan,"katanya. Rencana pembentukan Panitia Kerja DPR khusus untuk menangani kasus limbah B3 asal Singapura ini, sampai sekarang masih dalam tahap proses. "Nantinya akan memantau penyelesaian kasus ini untuk menghilangkan kekhawatiran publik,"ujar bekas Menteri Lingkungan Hidup kabinet Presiden Megawati Sukarnoputri. Tindakan yang akan diambil Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pasca gagalnya reekspor limbah ini, Menteri Rahmat Witoelar menyatakan akan menuntut pihak terkait di wilayah Batam, seperti Pemerintah Daerah dan Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Batam, untuk menyelesaikan masalah ini. "PT APEL harus memastikan limbah tersebut tidak dibuang di perairan Indonesia,"katanya. Rinaldi D. Gultom